Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

3 Babak Kepemimpinan PTPP Menuju Asean Class Company

3 Babak Kepemimpinan PTPP Menuju Asean Class Company Kolase tiga direktur utama PTPP. | Kredit Foto: Warta Ekonomi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Perusahaan-perusahaan BUMN yang menggawangi karya melakukan bongkar pasang susunan direksi sekitar bulan Maret-April 2018. PTPP salah satunya yang sempat mengalami kekosongan direktur utama. Pasalnya, Tumiyana mendapatkan tugas baru untuk memimpin di PT Wijaya Karya (Persero) Tbk.

Akhir April lalu, Lukman Hidayat mendapatkan mandat untuk mengisi kursi Direktur Utama PT PP (Persero) Tbk. "Pak Lukman Hidayat jadi direktur utama. Dulunya direktur pengembangan bisnis," kata Tumiyana akhir April di kantor PT PP. Terpilihnya orang internal PT PP menjadi direktur utama sudah diprediksi orang dalam PT PP.

Selain itu, terpilihnya orang internal membuat "plong" hati PT PP. Artinya, akan ada keberlanjutan dari program-program yang sudah dilakukan dan dipersiapkan oleh kepemimpinan sebelumnya. Sama halnya saat Tumiyana menggantikan Bambang Triwibowo yang sekarang menjadi Direktur Utama Perumnas. Ia yang sebelumnya menjabat Direktur Keuangan PT PP tetap senapas dengan fondasi yang diletakkan oleh Bambang. Tentunya, bukan berarti tidak ada inovasi dan improvement untuk menjadikan perusahaan melakukan lompatan yang lebih progresif.

Bagi sebuah perusahaan yang besar, faktor regenerasi kepemimpinan menjadi kunci yang sangat penting. Hal seperti ini juga semestinya terjadi pada perusahaan-perusahaan BUMN. Banyak contoh perusahaan-perusahaan besar yang sangat serius mempersiapkan pemimpin berikutnya karena tugas seorang leader adalah mencetak para leader. Apabila tidak ada regenerasi maka kesimpulannya adalah pemimpin sebelumnya termasuk sebagai pemimpin yang gagal.

Bambang adalah salah satu sosok yang meletakkan fondasi PT PP memasuki jalan baru transformasi perseroan. Dalam kepemimpinannya, ia rutin mengumpulkan para insan terbaik PT PP dalam satu ruangan untuk membicarakan langkah dan ide kemajuan perusahaan. Melalui pendekatan MEOK (makan enak omong kemajuan), kader-kader terbaik perusahaan berkumpul.

Ia yang memimpin perseroan sejak Juni 2011 hingga April 2016 bertekad bulat untuk melakukan transformasi. Transformasi mulai digulirkan pada September 2012. Tentunya, ia tahu dan paham konsekuensi dari transformasi tersebut. Bisa saja gagal dan akan porak-poranda perusahaan. Namun, hasil transformasi itu menggembirakan dan sekaligus menjadi legacy Bambang untuk perseroan. Lihat saja, laba bersih naik signifikan dari Rp420 miliar pada 2013 menjadi Rp530 miliar pada tahun 2014. Dalam program transformasinya, ia berpikir besar untuk perusahaan.

PT PP harus besar, tapi ada syaratnya. Seperti yang ia tuliskan dalam buku Transformation by Heart, langkah utama untuk membesarkan PT PP adalah dengan tidak mengandalkan 100% proses bisnis pada konstruksi, tetapi harus dibarengi bisnis-bisnis lain yang related dengan itu.

Kala itu, Bambang mengumpamakan perusahaan harus mulai meninggalkan pasar kambing dan masuk ke pasar sapi. Kinerja bisnis tumbuh positif sepanjang kepemimpinan tersebut. Pendapatan perusahaan tumbuh double digit. Laba kotor perusahaan juga tumbuh selalu double digit. Tapi, bisnis tanpa melahirkan pemimpin baru hanya akan melahirkan bisnis yang tidak berkelanjutan.

Tumiyana yang menerima tongkat estafet kepemimpinan pada April 2016 melanjutkan petualangan bisnis PT PP. Tumiyana yang tidak lain adalah kader internal PT PP memprioritaskan garapan proyek-proyek dengan nilai besar dalam masa kepemimpinannya. Senada dengan arah perusahaan yang dirancang sebelumnya.

PT PP memasuki babak lanjutan di bawah kepemimpinan Lukman. Konsolidasi internal menjadi salah satu agenda besar yang sedang dilakukan. Anak-anak perusahaan harapannya menjadi champion di bidangnya. Dan harapannya, mereka semakin kuat menjadi pundi pendapatan induk usaha. Tahun ini, ia mengejar target yang sudah ditetapkan dalam kepemimpinan sebelumnya. Namun, untuk target lima tahunan akan dilakukan sejumlah penyesuaian karena mengingat beberapa faktor seperti politik dan global. Menurutnya, bisnis perusahaan sangat sensitif dengan kondisi politik dan global. Investor memiliki kecenderungan wait and see dan penyesuaian anggaran.

"Sekarang kita memang harus banyak melakukan terobosan. Contohnya dalam investasi, kita lakukan enggak semuanya green field (proyek baru), kita coba cari yang brown field supaya langsung bisa dimasak dan dijual," kata Lukman.

Model-model bisnis lainnya sedang dalam pengkajian. Seperti proyek-proyek yang pasti offtaker-nya. Seperti kelistrikan, rumah sakit, sekolah/pendidikan, dan pariwisata/hotel. PT PP berkolaborasi dengan perusahaan lainnya untuk melahirkan bisnis-bisnis baru. Namun, tetap dalam kapasitas dan keahlian yang menjadi kekuatan dari PT PP. Misalnya, perseroan akan bekerja sama dengan pengelola rumah sakit untuk mendirikan rumah sakit.

Masing-masing berkolaborasi dengan keahliannya masing-masing. Langkah menuju pasar Asia Tenggara menjadi bagian dari upaya mendapatkan pundi-pundi baru bagi perusahaan. Beberapa negara di Asia Tenggara, seperti Vietnam dan Filipina, sudah ditetapkan sebagai bidikan bisnis. Dari segi nilai bisnis, tentunya akan membidik bisnis yang nilainya lebih besar dari yang biasanya di dalam negeri, minimal sama. Secara umum, perseroan menggarap proyek-proyek dengan nilai minimal Rp150 miliar.

Dalam tiga generasi kepemimpinan tersebut, dua generasi lahir dari bibit unggul PT PP. Menurut Managing Director Lembaga Management FEB Universitas Indonesia, Toto Pranoto, regenerasi pimpinan dari internal tidak menjadi masalah sepanjang DNA leadership dimiliki kandidat tersebut. Contohnya dari big company, seperti GE, warisan legenda CEO Jack Welch masih bisa diteruskan dengan baik oleh penerusnya dari dalam, Jeffrey Immelt.

"CEO dari internal paling tidak dia sudah menguasai nature of business yang kuat dan pengalaman berinteraksi dengan seluruh stakeholder yang ada," kata Toto.

Ibaratnya, dirut baru melanjutkan apa yang sudah dirintis oleh pemimpin sebelumnya. Namun, ia memberikan catatan adanya kemungkinan problem jebakan comfort zone, bayang-bayang strong leader sebelumnya, atau justru dirut baru punya kemauan untuk mengelola perusahaan dengan cara-cara inovasi yang out of the box.

Pada prinsipnya, CEO harus memiliki ciri-ciri pemimpin kuat atau C-suite leadership bisa dilaksanakan pemimpin tersebut. Ciri utamanya punya visionary leadership, strategic thinking, technical/technology skill, team & relationship building, and communication yang baik.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Arif Hatta
Editor: Cahyo Prayogo

Bagikan Artikel: