Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Era Suku Bunga Tinggi, Perbankan Dituntut Lebih Efisien

Era Suku Bunga Tinggi, Perbankan Dituntut Lebih Efisien Kredit Foto: Fajar Sulaiman
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI), yakni BI 7-day (Reverse) Repo Rate sebesar 125bps sepanjang Mei-Agustus ke level 5,50%, memaksa sejumlah bank melakukan penyesuaian suku bunga deposito dan suku bunga kredit.

Namun, biasanya bank lebih cepat melakukan penyesuaian pada suku bunga deposito ketimbang suku bunga kredit. Hal ini tentu mempengaruhi pendapatan bank berbasis bunga karena tertekannya marjin bunga bersih (Net Interest Margin/NIM).

Oleh sebab itu, menurut Direktur Biro Riset Infobank Eko B Supriyanto, bank-bank akan segera menaikkan suku bunga sebagai antisipasi untuk mempertahankan NIM. Tapi, tentu akan menaikkan risiko kredit bermasalah.

"Saya yakin credit at risk bank akan naik. Risiko terbesar ada di nasabah karena nilai tukar dan pukulan suku bunga tinggi. Salah satu cara termudah adalah meningkatkan dana murah dan meningkatan efisiensi operasional," ujar dia dalam Diskusi Media InfobankTALKnews: Daya Tahan Perbankan Makin Rentan di Era Suku Bunga Tinggi di IPMI International Business School, Jakarta, Selasa (28/8/2018).

Di tempat yang sama, Corporate Secretary BNI Ryan Kiryanto mengatakan, salah satu upaya meningkatkan efisiensi ialah melalui digitalisasi perbankan.

"Digital perbankan efisiensinya luar biasa. Kemudian dalam situasi seperti ini jagalah kualitas aset karena sebagian besar aset bank adalah kredit, jadi jagalah kualitas kredit," kata Kiryanto.

Selain itu, lanjut dia, agar pendapatan bank tidak tergerus karena NIM yang menurun, perbankan bisa meningkatkan sumber pendapatan nonbunga. Misalnya saja Fee Base Income (FBI).

"Jadi banyak upaya yang dilakukan bank supaya bisa survive. Selain efisiensi, seiring menurunnya NIM, bank-bank akan menaikkan FBI, menaikkan biaya sewa, misalnya biaya buku tabungan," paparnya.

Sementara itu, Executive Director & CEO IPMI International Business School, Jimmy Gani menilai tingginya suku bunga kredit perbankan yang mencapai dua digit mendongkrak biaya produksi perusahaan, sehingga akan menurunkan daya saing produk lokal di perdagangan international. 

"Tingginya suku bunga kredit membuat biaya pendanaan usaha juga meningkat. Sementara, suku bunga kredit yang ada saat ini sudah relatif tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain," ungkap Jimmy.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Rosmayanti

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: