Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Indonesia Dinilai Miliki Risiko Krisis Kurs Rendah

Indonesia Dinilai Miliki Risiko Krisis Kurs Rendah Kredit Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Riset terbaru dari Nomura Holdings Inc menyatakan Indonesia merupakan salah satu dari delapan negara berkembang yang mempunyai risiko kecil atas terjadinya krisis mata uang.

Laporan analisis Nomura yang diterima di Jakarta, Rabu (12/9/2018), menyebutkan negara lain yang juga mempunyai risiko rendah terhadap krisis mata uang antara lain Brasil, Bulgaria, Kazakhstan, Peru, Filipina, Rusia, dan Thailand.

Laporan ini menyatakan berbagai langkah yang sudah dilakukan otoritas moneter maupun pemerintah Indonesia untuk menjaga pergerakan nilai tukar telah berjalan dengan efektif.

Indonesia juga dinilai telah memiliki cadangan devisa untuk menahan depresiasi rupiah serta berbagai upaya untuk memperbaiki defisit neraca transaksi berjalan dan membuat APBN yang kredibel.

Dalam kesempatan ini, Nomura memberikan sinyal bahwa tujuh negara berkembang mengalami risiko krisis nilai tukar yang tinggi, yaitu Sri Lanka, Afrika Selatan, Argentina, Pakistan, Mesir, Turki, dan Ukraina.

Sebanyak lima dari tujuh negara tersebut telah jatuh ke dalam krisis mata uang atau menjadi sasaran dari program penyelamatan Dana Moneter Internasional (IMF).

Riset Nomura ini didasarkan pada model peringatan dini yang bernama Damocles, yang mengacu pada salah satu tokoh dalam mitologi Yunani.

Damocles dibangun untuk mengidentifikasi potensi krisis mata uang di 30 negara berkembang dengan mempelajari beberapa indikator, termasuk cadangan devisa, tingkat utang, suku bunga, aliran dana, dan impor.

Semakin tinggi skor Damocles di suatu negara, maka semakin rentan negara tersebut mengalami krisis, seperti yang saat ini dialami Sri Lanka dengan nilai 150, atau yang tertinggi di antara negara berkembang lain.

Damocles tidak melihat negara berkembang sebagai satu kesatuan yang homogen karena terdapat negara-negara yang mempunyai indikator risiko krisis mata uang rendah.

Model ini dengan tepat telah memprediksikan sekitar 67% dari krisis mata uang di 54 negara berkembang sejak 1996, sekitar 12 bulan sebelum krisis terjadi.

Beberapa di antaranya seperti krisis finansial Asia pada 1997, krisis keuangan Rusia pada 1998, serta guncangan ekonomi yang baru-baru ini terjadi di Argentina, Turki, Afrika Selatan, dan Pakistan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: