Riset yang dikeluarkan DDI Global Survey pada 1.279 anggota tim di 10 negara di Amerika, Asia, Eropa, dan Australia di lebih dari 20 industri mengenai persepsi anggota tim terhadap pimpinannya, menghasilkan kondisi yang mencengangkan. Dalam riset dikatakan bahwa anggota tim tidak percaya pada kemampuan pimpinannya, anggota tim sering tersakiti dan demotivasi karena sikap yang ditunjukan pimpinannya.
Tak hanya itu, anggota tim merasa pimpinannya sangat kurang memiliki kemampuan fundamental untuk memimpin, seperti mendengarkan aspirasi, memecahkan masalah, memberikan feedback, merekognisi kontribusi, dan berbicara dengan efektif.
Survei tersebut juga mengungkapkan 39% anggota tim keluar dari pekerjaan karena pimpinannya dan 55% anggota tim mempertimbangkan keluar dari pekerjaan karena pimpinannya.
Jamil Azzaini yang merupakan inspirator Sukses Mulia dan Direktur Kubik Leadership menyampaikan, ada pelajaran penting yang perlu direnungkan baik-baik oleh para pimpinan. Keberadaan mereka yang dikuatkan dengan Surat Keputusan (SK) direksi tidak serta merta menjamin tim akan menerima mereka dengan baik dan mengikuti apa yang dilakukan pimpinannya.
Faktanya, kekecewaan pada pimpinan bisa mengakibatkan tim kontraproduktif dan di tahap lebih parah, banyak karyawan keluar dan memilih bekerja di tempat lain.
"Seorang pemimpin harus siap terus tumbuh, siap menambah kapasitas diri, dan siap menjadi teladan. Untuk itu, ia harus memiliki prinsip-prinsip kepemimpinan, yaitu visi diri, kendali diri, dan integritas diri," jelas Jamil dalam acara Kubik Leadership Provider Training, Coaching, dan Consulting di Hotel Ibis Jakarta Tamarin, Senin (24/9/2018).
Acara dengan tema 'Training Self Leadership, Unlocking The Potential of Other, But It Start with You' akan berlangsung selama dua hari ke depan (24-25 September 2018). Peserta yang hadir berasal dari berbagai perusahaan swasta, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), juga kementrian.
Mereka diajak untuk menjadi pribadi dan teladan yang baik, mengambil tanggung jawab terhadap apa pun yang terjadi dalam tim, dan berani mengambil sikap tegas, serta berani mengambil keputusan untuk kebaikan tim.
"Mindset pola pikir peserta, kita ubah. Yang sebelumnya mereka lebih fokus mengoreksi tim, melakukan intervensi pada tim, dan memacu semangat tim, kini mereka harus melihat terlebih dahulu diri mereka. Jangan-jangan selama ini tim tidak perform karena sikap pemimpinnya yang tidak memiliki integritas, yang hanya berfokus pada diri sendiri, dan mudah menyerah menghadapi tantangan," lanjut Jamil.
Pada bagian awal peserta diajak menetapkan visi diri ideal. Dengan menampilkan berbagai kisah inspiratif para tokoh, pemimpin, olahragawan, dan orang-orang hebat, baik dalam dan luar negeri. Diharapkan peserta dapat merumuskan di masa datang, menjadi pemimpin seperti apa, termasuk alasan emosional mengapa ia harus mewujudkannya.
Dengan visi diri yang jelas, ia akan menjadi pemimpin yang tidak mudah menyerah, terus berjuang sampai bisa menyentuh visi yang telah ia tetapkan. Anggota timnya pun melihat kejelasan sikap dan tujuan yang ingin diraih pemimpin, sehingga menstimulus mereka untuk bersama meraih tujuan yang ditetapkan.
Selanjutnya, peserta diajak menggali permasalahan apa yang selama ini sering terjadi di perusahaan masing-masing. Pada bagian ini, banyak peserta terjebak membedakan antara masalah dan gejala.
Gejala adalah sesuatu yang sering dijumpai dalam keseharian, namun sesungguhnya bukan masalah itu sendiri. Perlu identifikasi lebih dalam menemukan akar permasalahan. Jangan terjebak pada gejala karena jika menyelesaikan gejala, di kemudian hari, gejala itu akan kembali muncul karena masalahnya tidak diselesaikan.
Setelah peserta menemukan akar permasalahan, mereka diajak menyelesaikan masalah itu. Beberapa orang melihat faktor luar yang menjadi penyebab terjadinya masalah. Jika seorang pemimpin berpikir demikian, maka fokus kontrolnya masih eksternal. Ia tidak mau mengambil tanggung jawab terhadap masalah yang ada karena merasa bukan karena dirinya hal tersebut terjadi. Pemimpin tipe ini belum menjadi leader yang baik.
Bisa diperkiraan, tim pun tidak akan menaruh kepercayaan padanya. Berbeda dengan pemimpin yang berupaya melakukan hal maksimal untuk menyelesaikan masalah yang ada karena ia merasa apapun yang terjadi adalah tanggung jawabnya. Berbahagialah jika Anda sudah masuk ke dalam kategori ini, karena potensi menjadi pemimpin hebat di masa datang sudah Anda miliki.
Pada bagian akhir, peserta diajak melakukan refleksi diri, apakah mereka sudah memiliki integritas atau belum. Integritas mengandung makna kekonsistenan antara apa yang diyakini, diucapkan, dan dilakukan seseorang.
Sebagai pemimpin, integritas adalah sesuatu yang mutlak dimiliki. Apa yang diyakini seorang pemimpin, haruslah sejalan dengan apa yang diucapkannya. Dan lebih penting, harus sejalan dengan tindakannya. Jika tidak, timnya tidak akan menaruh kepercayaan dan respek.
"Yang perlu diingat, kepercayaan dan respek bukan sesuatu yang bisa diperoleh cuma-cuma dari orang lain, melainkan sesuatu yang harus diperjuangkan dalam tempo yang tidak sebentar dan konsisten menjalankannya. Pemimpin harus memiliki perilaku terbaik di segala macam kondisi, tetap memegang teguh komitmen di situasi sesulit apapun dan mengakui kesalahan jika memang ia melakukan kesalahan," tegas Jamil.
Ternyata menjalankan leadership tidaklah semudah yang dibayangkan. Perlu kesungguhan, proses terus menerus dan upaya besar. Namun semua usaha itu berbanding lurus dengan hasil yang akan dicapai.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: