Pemasangan foto presiden ke-2 RI Soeharto di setiap atribut kampanye Partai Berkarya tidak berpengaruh terhadap elektabilitas parpol peserta Pemilu 2019 itu, kata analis politik Teguh Yuwono di Semarang, Selasa pagi.
Teguh Yuwono mengakui bahwa loyalis Pak Harto (sapaan akrab presiden ke-2 RI H.M. Soeharto) hingga sekarang masih ada. Namun, mereka tersebar ke sejumlah partai politik, termasuk Golongan Karya (Golkar) yang didirikan oleh Pak Harto.
"Tinggal Tommy Soeharto (sapaan akrab Hutomo Mandala Putra) sebagai Ketua Umum Partai Berkarya memanggil pulang para loyalis itu," kata Teguh Yuwono yang juga Ketua Program Magister Ilmu Politik FISIP Universitas Diponegoro Semarang.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Partai Berkarya Priyo Budi Santoso mengatakan bahwa partainya berencana secara masif memasang foto presiden ke-2 RI Soeharto di setiap atribut kampanye partainya.
"Kalau tidak dilarang undang-undang, kami berencana secara masif memasang foto Pak Harto di baliho, spanduk, videotron, dan billboard di seluruh Indonesia," kata Priyo usai diskusi di Jakarta, Jumat (28/9).
Sementara itu, dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, ada larangan bagi pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu membawa atau menggunakan tanda gambar dan/atau atribut selain dari tanda gambar dan/atau atribut peserta pemilu yang bersangkutan (vide Pasal 280 Ayat 1 Huruf i).
Larangan tersebut juga termaktub di dalam Pasal 69 Ayat (1) Huruf i Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 23 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilihan Umum sebagaimana telah diubah dengan PKPU No. 28/2018.
Terkait dengan rencana Partai Berkarya yang akan menggelar acara nonton bareng film G-30-S/PKI setiap 30 September, Teguh Yuwono mengatakan dampaknya terhadap partai tersebut biasa saja.
"Ini bukan isu baru. Jadi, efek politiknya sudah terlihat," katanya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait: