International Finance Corporation (IFC), anggota Kelompok Bank Dunia, untuk pertama kalinya menerbitkan surat utang berwawasan lingkungan (green bond) berdenominasi Rupiah untuk pasar internasional (Komodo bond). Obligasi ini menarik minat yang kuat dari investor dan berhasil mengumpulkan dana Rp2 triliun atau setara dengan US$134 juta untuk mengatasi perubahan iklim.
Penerbitan “green Komodo bond” di pasar luar negeri berdenominasi rupiah ini merupakan yang pertama dilakukan oleh bank pembangunan multilateral untuk investasi ke proyek-proyek terkait perubahan iklim di Indonesia. Minat yang kuat dari berbagai kelompok investor internasional adalah bukti meningkatnya ketertarikan akan investasi yang bertanggung jawab sosial di Indonesia.
Obligasi berwawasan lingkungan, atau obligasi hijau, berjangka lima tahun yang akan didaftarkan ke Bursa Efek London dan Bursa Efek Singapura ini akan mendukung pasar mata uang lokal di Indonesia, dan mendanai obligasi berwawasan lingkungan pertama yang diterbitkan di Indonesia oleh klien IFC, yakni Bank OCBC NISP.
Hasil penjualan obligasi ini akan membiayai infrastruktur juga proyek-proyek yang mengatasi perubahan iklim, sesuai dengan prinsip-prinsip Obligasi Hijau (Green Bond Principles).
"Penerbitan green Komodo bond ini menegaskan komitmen IFC untuk mendukung Indonesia dalam mencapai pertumbuhan ekonomi berkelanjutan yang ramah lingkungan," kata Nena Stoiljkovic, Vice President IFC untuk Asia dan Pasifik dalam keterangannya di Bali, Indonesia, Senin (08/10/2018).
Obligasi ini kata dia, memungkinkan pihaknya untuk memobilisasi pendanaan internasional ke dalam proyek-proyek ramah iklim di Indonesia.
"Kami bermaksud untuk mereplikasi dan meningkatkan skala dari model ini guna mengatasi tantangan iklim negara ini," tambahnya.
Jingdong Hua, Vice President and Treasurer IFC, mengatakan, Obligasi hijau Komodo pertama yang diterbitkan dalam mata uang Rupiah untuk investasi iklim di Indonesia adalah tonggak penting bagi IFC dan bagi Indonesia.
"Penerbitan obligasi ini juga membantu sektor swasta mengelola risiko valuta asing melalui pembiayaan dengan mata uang lokal, sekaligus menumbuhkan bisnis yang cerdas iklim," paparnya.
Sementara Adrien de Naurois, EMEA Syndicate, BAML mengatakan, penawaran perdana Green IDR dari IFC secara tegas menetapkan kehadirannya di pasar Komodo yang akan tumbuh pesat, memanfaatkan stabilnya mata uang Rupiah saat ini dan pasca pertemuan Bank Indonesia sehingga mampu mengumpulkan Rp2 triliun untuk penawaran 5 tahun.
"Transaksi ini mendapat dukungan global yang kuat dan memungkinkan IFC untuk memaksimalkan jangka waktu dan besaran pinjaman yang dapat dicapai dalam kondisi pasar saat ini," ungkapnya.
John Lee Tin, Kepala SSA DCM, J.P. Morgan mengatakan, investor bereaksi positif terhadap transaksi Komodo (Rupiah) IFC yang pertama. Penerbitan obligasi diluar negeri berdenominasi valuta asing (eurobond) ini menghasilkan permintaan yang lebih besar dari yang ditargetkan. Mengingat tingkat volatilitas di pasar negara berkembang, kelebihan permintaan pada transaksi ini merupakan keberhasilan yang besar.
"Selain itu, IFC memperluas cakupan investor dari obligasi hijau menggunakannya sebagai peluang untuk menambah denominasi mata uang baru, dan dengan demikian menambah basis investor baru, untuk upaya kesadaran iklim penerbit obligasi," sebutnya.
Sejak meluncurkan Program Obligasi Hijau, IFC telah berhasil mengumpulkan miliaran dolar untuk energi bersih, kota-kota pintar iklim, bangunan berwawasan lingkungan (green building) dan keuangan berwawasan lingkungan (green finance).
Sebagaimana diungkapkan dalam laporan mengenai dampak yang dihasilkan oleh obligasi berwawasan lingkungan (IFC’s Green Bond Impact Report) yang diterbitkan hari ini, IFC telah menerbitkan 32 obligasi berwawasan lingkungan senilai US$1,8 miliar - pencapaian tertinggi untuk IFC - dalam tahun fiskal yang berakhir pada 30 Juni 2018.
Jumlah proyek yang didukung oleh Program Obligasi Berwawasan Lingkungan IFC telah melonjak menjadi 52 proyek di tahun fiskal 2018, dari 32 proyek di tahun fiskal 2017. Pencapaian ini merupakan yang tertinggi dalam jumlah dan nilai proyek yang dibiayai green bond sepanjang masa. Portofolio ini diharapkan akan dapat mengurangi emisi gas rumah kaca setiap tahun sebesar setara dengan 6,3 juta metrik ton karbon dioksida - peningkatan dari 2,2 juta metrik ton pada tahun fiskal 17.
Pada penutupan TF18, obligasi hijau dari IFC ini telah mendukung sebanyak 177 proyek investasi. IFC menerbitkan obligasi hijau pertamanya pada tahun 2010 dan pada akhir TF18 telah mengeluarkan sebesar total US$7,6 milyar untuk 111 obligasi hijau dalam 13 mata uang dan membantu bank klien di Filipina, Indonesia, dan negara lain untuk melakukan hal yang sama.
Adapun IFC Green Komodo Bond mendapatkan peringkat/Rating AAA (Stable) dari S&P AAA (stable) dan Aaa (Stable) dari Moody's. Green Bond yang berjatuh tempo 9 Oktober 2023 (5 tahun) ini menawarkan imbal hasil 8.00% dan terdaftar di London Stock Exchange dan Singapore Exchange. Sementara Penjamin Emisi Efek/Underwriters adalah Bank of America Merrill Lynch, J.P. Morgan dan Standard Chartered Bank.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Kumairoh
Tag Terkait: