Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

PM Morrison Ingin Pindahkan Kedubes ke Yerusalem, Hubungan Indonesia-Australia di Ujung Tanduk?

PM Morrison Ingin Pindahkan Kedubes ke Yerusalem, Hubungan Indonesia-Australia di Ujung Tanduk? Seusai melakukan pertemuan formal di Istana Kepresidenan Bogor, Presiden Joko Widodo mengajak Perdana Menteri Australia Scott Morrison untuk mencicipi jajanan khas Indonesia, Jumat sore, 31 Agustus 2018 di Grand Garden Cafe di kawasan Kebun Raya Bogor. | Kredit Foto: Sekretariat Presiden
Warta Ekonomi, New York -

Hubungan Indonesia dengan Australia dapat kembali renggang menyusul langkah provokatif Canberra untuk mempertimbangkan relokasi kedutaannya di Israel ke Yerusalem, seorang ahli perdagangan memperingatkan.

Perdana Menteri Scott Morrison kemarin mengindikasikan jika dirinya terbuka untuk memindahkan kehadiran diplomatik Australia dari Tel Aviv ke Jerusalem, sebuah langkah yang akan mengikuti keputusan kontroversial Amerika Serikat awal tahun ini untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

Seperti Morrison, Presiden Indonesia Joko Widodo sedang menghadapi pemilihan tahun depan.

"Itulah yang membuat situasi ini berpotensi berbahaya dan juga sangat kompleks bagi dua pemimpin yang jelas menjadi sangat baik setelah pertemuan pertama mereka," ungkap ketua Indonesia Institute Ross Taylor kepada ABC News,  Rabu (17/10/2018).

Seperti pertarungan koalisi untuk memegang kursi di Wentworth, suara keagamaan Indonesia dalam pemilu nasional tahun depan bisa menjadi sangat penting.

Bulan lalu Presiden Indonesia mengejutkan banyak orang dengan memilih calon wakil presidennya yaitu, Mar'uf Amin, yang notabene sebagai ketua Majelis Ulama Indonesia dan menyerukan fatwa menentang sekularisme.

"Jika dia harus mengambil langkah tegas kepada Australia untuk mempertahankan posisi itu, itu adalah sesuatu yang harus dia pertimbangkan," ungkapnya.

"Jokowi harus memastikan pasangan baru dan dukungannya dari golongan islamis konservatif tetap bahagia, dan tentu saja mereka sangat pro-Palestina," ungkap Taylor.

Itu karena Presiden Indonesia telah menjadi pendukung pembicaraan perdagangan bebas dengan Australia yang diharapkan berujung pada perjanjian yang ditandatangani beberapa waktu pada bulan November.

Penurunan rupiah Indonesia telah membantu memajukan pembicaraan, kata Taylor.

"Mereka memiliki ketidakseimbangan perdagangan karena banyak modal yang melarikan diri dari Indonesia, dan Presiden Jokowi, saya rasa, sangat ingin menunjukkan bahwa ia memiliki basis ekonomi yang baik di mana ia layak menjadi pemimin Indonesia," katanya.

"Kesepakatan perdagangan bebas dengan Australia merupakan titik awal yang baik untuk menunjukkan kepada pasar bahwa Indonesia terbuka untuk bisnis," tukasnya.

Satu sumber senior mengatakan kepada ABC, perundingan perdagangan yang telah terjali antara Indonesia dan Australia dapat dibatalkan setelah pengumuman Morrison.

Namun Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa belum ada langkah seperti itu yang akan diambil.

"Kami telah menjalin hubungan erat dengan Indonesia dan kami berbagi satu nilai penting yang sama dan itulah kami berdua mendukung solusi dua negara [untuk konflik Timur Tengah]," pungkas PM Australia.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Hafit Yudi Suprobo
Editor: Hafit Yudi Suprobo

Bagikan Artikel: