Penutupan situs jejaring sosial Path yang terjadi minggu lalu mengingatkan kejadian serupa yang menimpa Friendster, MySpace, Google+, dan sebagainya. Berbagai faktor menjadi pemicu di balik gagalnya situs-situs media sosial tersebut. Mulai dari gitur yang tak bersifat inovatif hingga harus mati perlahan karena tergerus persaingan. Untuk membahas lebih dalam tentang penyebab runtuhnya situs-situs media sosial di masa lalu, Warta Ekonomi telah mengumpulkan data dari berbagai sumber.
Adapun faktor-faktor yang memicu runtuhnya situs-situs media sosial adalah sebagai berikut:
1. Menyerupai taman bertembok
Salah satu penyebab kegagalan situs jejaring sosial adalah tembok di sekitar yang dibangun oleh pihak pembuat situs. Hal tersebut membuat mereka tak mau berbagi informasi dengan pihak lain karena takut akan mengurangi kekuatan. Oleh karena itu, kemampuan interoperabilitas (kemampuan untuk bertukar informasi dengan cara bermanfaat) pun terbilang kecil dan itu menyebabkan terhambatnya pertumbuhan situs.
Sementara, situs yang membuka kesempatan untuk berintegrasi dengan ditus lain cenderung lebih cepat bertumbuhannya. Mereka dapat memperoleh manfaat dari situs lain yang berkaitan dengan menciptakan subjaringan yang lebih terspesialisasi. Contohnya, situs media sosial besar yang menjadi repositori (tempat penyimpanan) besar dari situs-situs yang lebih kecil dapat menciptakan 2 subjaringan berbeda, situs pencarian pekerjaan pada penggunaan horizontal dan situs pertukaran materi para ahli pada penggunaan vertikal.
2. Tidak terintegrasi dengan aplikasi lain
Kini, hanya ada sedikit pengguna yang memanfaatkan media sosial hanya untuk sekadar berkenalan. Ada nilai-nilai tertentu yang ingin pengguna capai memlalui penggunaan media sosial, baik itu untuk mencari pekerjaan, mendapatkan informasi dari para ahli, mencari nafkah, maupun mencari pasangan.
Nilai-nilai tersebut bisa diperoleh bila situs jejaring sosial terintegrasi dengan komponen lain, seperti surat elektronik dan aplikasi perpesanan. Unsur-unsur seperti visibilitas pengguna (online/offline), lokasi, dan komunikasi (kontak untuk menghubungi pengguna) dapat sangat menambah nilai sebuah situs media sosial karena dapat memudahkan pengguna terhubung dengan pengguna lainnya.
3. Sifat pertemanan yang tidak terperinci
Di beberapa situs media sosial, status keseluruhan pertemanan antarpengguna dinilai setara. Misalnya, Anda telah mengenal A sejak 10 tahun lalu, sedangkan baru mengenal B selama beberapa bulan, status pertemanannya bernilai sama pada media sosial. Perincian hubungan yang kurang menjadi salah satu pemicu kegagalan suatu situs jejaring sosial.
Contoh fitur perinci hubungan terdapat pada salah satu jejaring sosial besar, Instagram. Fitur close friends yang mengizinkan pengguna untuk mendata teman-teman dekatnya adalah contoh dari perincian hubungan yang dibutuhkan dalam media sosial. Sementara, contoh lainnya ada pada Twitter, yakni list atau daftar yang dapat dibuat pengguna berdasarkan rincian yang mereka tentukan sendiri. Misal, daftar A untuk teman sekolah, daftar B untuk teman kantor, dan sebagainya.
4. Tidak ada sistem penghargaan ataupun hukuman
Sebagian besar jejaring sosial menekankan nilai pada jumlah koneksi yang dimiliki pengguna, bukan pada kualitas koneksi tersebut. Oleh karena itu, banyak pengguna yang berlomba-lomba untuk terhubung dengan banyak orang, tanpa memikirkan kualitas koneksi yang mereka bangun.
Memang, beberapa media sosial, seperti Youtube dan Instagram, menyiapkan penghargaan untuk para pengguna yang memiliki koneksi dalam jumlah besar. Hal tersebut tentu menjadi salah satu pemicu persaingan jumlah koneksi. Namun, tak semua media sosial menyiapkan hadiah serupa dan itulah yang menyebabkan sebuah situs media sosial mengalami kegagalan.
5. Masalah privasi
Tidak dapat dipungkiri, beberapa pengguna (terutama yang umurnya lebih tua) merasa cemas ketika harus memberikan datanya saat mendaftar di situs media sosial. Kecemasan tersebut muncul karena mereka takut datanya tidak akan aman berada di internet. Terlebih lagi, dengan adanya kasus pencurian data oleh peretas yang terjadi pada Facebook baru-baru ini. Oleh karena itu, pihak penyedia situs jejaring sosial sangat perlu memerhatikan faktor keamanan privasi dan meyakinkan para pengguna/calon pengguna media sosial agar dapat memercayakan data mereka kepada pengelola situs.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Tanayastri Dini Isna
Editor: Kumairoh
Tag Terkait: