Netanyahu Kunjungi Oman, Israel Mulai Rapatkan Barisan ke Uni Emirat Arab?
Ada adegan yang tidak terpikirkan pada Minggu yang lalu, di mana seorang menteri kabinet Israel, menitihkan air mata dalam sukacita, dan dengan bangga menyanyikan lagu kebangsaan negaranya di sebuah acara olahraga di jantung dunia Arab.
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu telah selama bertahun-tahun menyumbar persoalan tentang memanasnya hubungan dengan negara-negara Arab yang tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel. Tetapi ikatan-ikatan itu, yang sebagian besar masih tidak populer di kalangan masyarakat Arab jarang terlihat di permukaaan.
Keadaan tersebut berubah pada hari Jumat pekan lalu ketika Netanyahu melakukan kunjungan mendadak ke Oman, di mana ia bertemu dengan penguasa lama Sultan Qaboos bin Said.
Setelah kunjungan Benjamin Netanyahu ke Oman, Menteri Luar Negeri Oman Yousef bin Alawi menyarankan pertemuan itu hanyalah upaya strategis Israel untuk menangani beberapa masalah paling mendesak di Timur Tengah.
Dalam wawancara dengan Al Jazeera, dia mengatakan Netanyahu telah memulai pertemuan untuk menyampaikan pandangannya tentang masalah Timur Tengah kepada Sultan Qaboos.
"Apa yang dilakukan Sultan Qaboos saat ini bukanlah intervensi," kata Sigurd Neubauer, seorang ahli Oman yang berbasis di Washington.
"Oman menyisipkan dirinya ke dalam proses perdamaian Israel-Palestina untuk satu alasan yang jelas, dan itu karena negara-negara Arab begitu terbagi," ungkapnya.
"Oman juga satu-satunya negara Arab di Teluk yang bisa menjadi tuan rumah kedatangan Netanyahu tanpa takut akan melumpuhkan serangan balik," kata Neubauer.
Itu karena Sultan Qaboos, yang berkuasa sejak tahun 1970, memiliki jalur komunikasi langsung dengan berbagai pemain di wilayah tersebut, berkat kebijakannya yang sudah lama tidak ada campur tangan.
Oman telah menengahi pembebasan sandera Barat di Yaman dan menyediakan pintu belakang untuk komunikasi antara Washington dan Teheran di bawah pemerintahan Obama.
Oman adalah anggota Dewan Kerja sama Teluk yang dipimpin Saudi, tetapi tidak bergabung dengan kerajaan dalam boikotnya terhadap Qatar atau perang di Yaman.
Bahkan pernyataan oleh Partai Fatah Palestina dan Iran gagal secara langsung mengutuk Oman setelah kunjungan Netanyahu, bukannya mengkritik upaya Israel untuk menormalkan hubungan dengan negara-negara Arab sebelum kesepakatan damai tercapai.
Untuk Oman sendiri, kedatangan Netanyahu mengirim pesan ke administrasi Trump bahwa Oman adalah pemain daerah yang berharga di Timur Tengah.
"Oman dapat menunjukkan bahwa mereka adalah perantara, saluran bukan hanya antara Israel dan Palestina, tetapi lebih ambisius antara Iran dan Israel," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Hafit Yudi Suprobo
Editor: Hafit Yudi Suprobo
Tag Terkait: