Saat ini Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tengah intensif melakukan pengawasan mengenai transaksi obat di layanan online. Setelah melakukan penyelidikan selama empat bulan, Penyidik BPOM bekerja sama dengan Polri dan Asosisasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres Indonesia (ASPERINDO) berhasil mengamankan sejumlah barang yang tanpa resep dokter.
Kepala BPOM, Penny K Lukito, mengatakan obat-obat tersebut ada yang seharusnya menggunakan resep dokter dalam penggunaannya. Bahkan pihaknya mendapati produk yang tidak ada izin edar, dan bisa saja palsu.
"Kandungannya dari aspek mutu, khasiat, dan keamanannya tidak bisa dipertanggungjawabkan dan ada ancaman membahayakan kesehatan," ujarnya di Jakarta, Senin (5/10/2018).
Dari rilis BPOM, 'alat perangsang seks' juga termasuk dalam daftar produk yang diamankan. Namun Penny, tidak menjelaskan lebih lanjut soal 'sex toys' yang dimaksud.
"Kita tidak ada kaitannya dengan itu jadi tidak bisa menjawab," katanya.
Penyidik menggerebek dua gudang ilegal dan satu rumah di daerah Kebon Jeruk yang diduga menjadi penyimpanan dan distribusi obat ilegal. Dari ketiga tempat tersebut ditemukan 291 barang (552.177 pcs) di antaranya obat disfungsi ereksi seperti Viagra, Cialis, Levitra, dan Max Man. Selain itu juga ditemukan suplemen pelangsing, obat tradisional penambah stamina pria, dan krim kosmetik.
Tidak diketahui secara pasti dari mana obat-obat tersebut didapatkan, akan tetapi Penny menyebutkan bahwa ada beberapa obat yang dipalsukan.
"Tidak bisa disebutkan (dari mana kebanyakan produk tersebut berasal) kelihatannya produk import, seperti yang kita bongkar satu produsen besar yang tidak perlu saya sebutkan, internasional, made in negara tersebut, dan kemasannya juga bagus. Tapi dilaporkan produsen tersebut dipalsukan," terangnya.
Dari keterangan tersangka, tambah Penny, mengaku sudah menjalani bisnis selama satu tahun, akan tetap dilihat dari bukti transaksi buku tabungan, jual beli telah berjalan sejak tahun 2015. Pelaku kini tengah mendekam di penjara dengan ancaman hukuman paling lama 15 tahun dan/atau denda paling banyak 1,5 miliar.
"Ini akan terus berlangsung dan diharapkan memberikan efek jera dan berhati-hati bagi siapapun yang berniat melakukan peredaran dan kejahatan mengenai kesehatan bagi bangsa kita," imbuhnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Irfan Mualim
Editor: Irfan Mualim