Arus modal asing diyakni akan semakin deras masuk ke emerging markets, termasuk Indonesia. Di 2020, ekonom dan analis memprediksi pertumbuhan ekonomi negara berkembang lebih cepat dari negara maju.
Menurut Direktur Strategi Investasi dan Kepala Makroekonomi PT Bahana TCW Investment Management, Budi Hikmat, laju perekonomian Amerika Serikat (AS) mulai melambat sebab beban pembayaran utang akibat kenaikan bunga menurunkan kapasitas belanja rumah tangga dan perusahaan. Perekonomian global yang lebih berimbang memungkinkan dolar AS berpotensi masuk ke siklus melemah.
"Diharapkan ada arus balik menuju emerging markets yang sudah underperform dari negara maju cukup lama," sebut Budi dalam keterangan resminya, Senin (5/11/2018).
Budi menjelsakan, hal ini terlihat dari kekhawatiran pasar ketika ekonomi AS yang sudah mature. Tingkat upah masyarakat di AS sudah tinggi, sementara The Federal Reserve (The Fed) memperketat likuiditas. AS juga mengalami kesulitan karena utang sudah cukup besar, sementara daya beli masyarakat tak bagus. Ini akan menyebabkan investor memilih berinvestasi di emerging markets.
Untuk itu, Budi mengimbau pemerintah untuk terus meningkatkan daya saing Indonesia. "Kita ini kurang produktif dan kompetitif," tuturnya.
Hal ini terlihat dari realisasi defisit neraca dagang (Current Account Deficit/CAD) Indonesia yang membesar. Salah satu faktor utama disebabkan membengkaknya biaya impor minyak yang lebih besar dari produksi. Sekadar info, defisit neraca minyak selama periode Januari hingga September 2018 mencapai U$14,6 miliar atau melonjak 41% dibanding periode yang sama tahun lalu.
Ia juga menilai jika Indonesia masih kurang kompetitif. Hal ini terlihat dari rasio ekspor terhadap Pertumbuhan Domestik Bruto (PDB) turun. Sementara, ekspor itu menghasilkan valas. Jika rasio ekspor terhadap PDB turun, maka valas dalam negeri berkurang. Pasar sepi, sehingga mata uang cenderung melemah jika ada permintaan valas.
Oleh karena itu, lanjut Budi, pemerintah harus segera mendorong mesin penghasil valas, yakni dari sektor ekspor dan pariwisata, serta mendorong alternatif BBM, yakni implementasi B20 dari kelapa sawit.
"Dari segi ekonomi digital, saya berharap agar kebijakan industri 4.0 juga melibatkan Usaha Kecil dan Menengah (UKM), agar tercipta trafik pasar dalam negeri yang ramai dan sebesar e-commerce raksasa Cina, Alibaba," tukasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rosmayanti
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: