Calon Presiden RI, Joko Widodo mengatakan bahwa petahana selalu dicari kegagalan dan kekuarangannya. Dia menilai menjelang pilpres 2019 berbagai berita hoax sering menyerang calon pasangan tertentu. Termasuk di Jawa Barat, berita palsu ini intensitasnya semakin tinggi.
Oleh sebab itu, pihaknya harus pandai menjelaskan kepada masyarakat tentang keberhasilan yang sudah diberikan oleh pemerintah.
"Kita harus cepat menanggapi setiap isu hoax maupun fitnah yang saya lihat memang di provinsi Jawa Barat akhir-akhir ini mulai meningkat tajam maka harus diberikan penjelasan yang baik kepada masyarakat,"kata Jokowi saat memberikan pembekalan kepada ribuan caleg dari berbagai partai koalisi Jokowi-Maruf di Bandung, Sabtu (10/11/2018).
Beredarnya isu hoax yang sudah beredar sejak 4 tahun yang lalu bahwa Jokowi merupakan antek asing. Ia menegaskan bahwa blok Mahakam selama 30 tahun dikuasai Perancis dan Jepang, tapi sejak 2016 berhasil dikuasai 100% PT Pertamina.
Selanjutnya, tahun 2018 penguasaan blok Rokan yang semula dikuasai Chevron Amerika dan kini dikelola 100 % Pertamina. Terakhir, Freeport yang dulu dikelola Amerika selama 40 tahun dan setiap perpanjangan kontrak kerja sama, Indonesia hanya mendapatkan 9 % tapi kini sudah 4 tahun Indonesia berhasil meminta sebanyak 51% .
"Jawabannya to the point saja. Ini banyak yang tidak diketahui oleh masyarakat. Dulu Freeport cuma diberi 9 persen pada diem, sekarang sudah dikasih 51%. Engga ada demo dukungan tuh. Dipikir mudah dapet 51% itu?. Jadi pertanyaan dibalik lagi, saya antek asingnya di mana?," tegasnya.
Keberadaan Tenaga Kerja Asing (TKA) juga sempat menyudutkan Jokowi. Berdasarkan informasi hoax itu TKA yang masuk ke Indonesia dari Tiongkok sebanyak 10 juta orang. Mereka berada di Bekasi, Bogor, Sukabumi, Cianjur. Padahal, kata Jokowi, jumlah tersebut merupakan turis dari negeri Tiongkok.
Jokowi menyebutkan pada 2016 turis dari Tiongkok mencapai 180 juta orang. Jumlah itu menjadi rebutan Amerika Serikat, Eropa dan Asia sedangankan Indonesia tidak mendapatkan kunjungan wisatawan Tiongkok. Untuk itu, ia meminta kepada presiden Tiongkok agar 10 juta turis berkunjung ke tanah air. Permintaan tersebut dikuatkan dengan dilakukannya MoU antara Indonesia dengan Tiongkok.
"Jumlah itu yang dipelesetkan menjadi TKA yang datang ke Indonesia. Saya dapat informasi soal TKA, isu ini mulai dipanas-panasi dan digorang-goreng. TKA asal Tiongkok yang ada di Indonesia sekitar 78 ribu orang. Jadi tidak ada sampai jutaan orang TKA Tiongkok di Indonesia," ungkapnya.
Adapun, TKA asal Cina yang bekerja di Indonesia hanya sekitar 24 ribu orang. Semenyara Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang ada di Tiongkok mencapai 80 ribu orang, Hongkong 160 ribu orang, Taiwan 200 ribu orang. "Artinya banyak TKI kita di sana sedangkan mereka ada di kita cuma 24 ribu orang. Artinya merekalah antek Indonesia lawong orang kita lebih banyak di sana ko," ujarnya.
Berdasarkan catatan imigrasi jumlah TKA yang bekerja di Indonesia masih rendah bila dibandingkan dengan negara-negara lain. Misalnya, TKA di Uni Emirat Arab sekitar 80%, Arab Saudi mencapai 33%, Brunei Darusalam (32%), Singapura (24%) dan Malaysia (5,4%). Sedangkan di Indonesia hanya (0,03%).
"TKA di Indonesia 1% saja enggak ada, saat ini cuma 0,03%. Lalu balik saya tanya, antek asingnya di mana?," katanya.
Selain itu, mulai beredar lagi dugaan bahwa Presiden Jokowi terlibat Partai Komunis Indonesia (PKI). Ia menjelaskan bahwa pemberontakan PKI terjadi pada tahun 1965 sedangkan waktu itu usianya baru 4 tahun. Sementara itu, di lingkungan keluarganya di Solo banyak ormas Islam sehingga tidak mungkin dirinya terlibat partai terlarang itu.
"Waktu itu umur saya baru 4 tahun, enggak mungkin ada PKI balita, kalau dibilang keluarga saya terlibat PKI, enggak mungkin juga, lawong lingkungan tempat tinggal di Solo banyak berdiri ormas Islam," jelasnya.
Selanjutnya, beredar info hoax bahwa Presiden Jokowi melakukan tindakan kriminalisasi terhadap Ulama. Ia juga kembali membantah kabar tersebut. Pasalnya, ia mengaku hampir setiap hari bersama ulama bahkan untuk pencalonan dirinya dengan menggaet ulama sebagai Calon Wakil Presiden.
"Ulama yang mana? Saya setiap hari sama ulama. Mana mungkin saya kriminalisasi ulama lawong Cawapres juga dari ulama," tegasnya.
Dia berpesan kepada ribuan kader partai pengusung pasangan Jokowi-Maruf agar hasil kinerja pemerintah disampaikan dengan baik kepada masyarakat. Sebab, dengan pelaksanaan Pilpres dan Pileg secara serentak tidak mungkin lagi menggunakan alat kampanye yang banyak.
"Itu perlu, tapi enggak usah banyak-banyak. 95% yang diperlukan saat ini yaitubkomunikasi langsung dan menjelaskan kepada masyarakat," ujarnya.
Dia juga berpesan kepada kader partai agar tetap semangat memberikan pemahaman dan kesadaran bagi masyarakat akan peran positif pemerintah yang selama ini sudah diberikan bagi masyarakat.
"Ini ibarat lari marathon, larinya jangan kenceng di depan tapi pas dibelakang malah kehabisan napas. Tapi di akhir harus lebih kencang lagi. Ritme ini yang memang harus kita atur," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Vicky Fadil