Djoko Setiadi, Kepala Badan dan Sandi Negara (BSSN) mengingatkan serangan siber menjelang pemilu sudah mulai terdeteksi. Lembaga pemerintah bertugas mengonsolidasikan semua unsur yang terkait dengan keamanan siber di Negara Republik Indonesia ini mengajak semua pihak berkontribusi untuk pencegahan dan penanggulangan ancaman dan serangan siber.
"Jenis ancaman yang sudah terdeteksi itu sangat teknis, yang pasti ancaman sudah mulai banyak bertaburan, berdatangan," ungkap Djoko pada konferensi pers di kampus Swiss German University di Alam Sutera, Tangerang, Sabtu (24/11).
Saat mendatangi acara seminar dan workshop "Peningkatan Kemampuan Deteksi dan Koordinasi Insiden Keamanan Siber Secara Nasional" yang didampingi oleh Deputi Identifikas dan Deteksi, Irjen Pol Drs. Dharma Pongrekun menandatangani nota kesepahaman antara Kepala BSSN dengan Rektor Swiss German University Filiana, Santoso.
Nota kesepahaman itu terkait kesepakatan kerja sama, penelitian dan pengembangan akademis dalam mempersiapkan dan meningkatkan kemampuan sumber daya manusia di bidang keamanan siber dan sandi.
"Kita harapkan dengan kesadaran seluruh bangsa ini kita bersama-sama menciptakan situasi yang aman. Kalau kita melarang itu juga kan ada aturannya, jadi mari kita sharing hal-hal yang baik saja," ujarnya.
Direktur Deteksi Ancaman BSSN, Sulistyo, menjelaskan ancaman serangan siber menjelang pemilihan presiden dan legislatif datang dari dalam dan luar negeri. Salah satu yang paling berbahaya adalah upaya menargetkan institutsi penyelenggara seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Yang utama itu hack, leak, and amplify. Yang pertama itu melakukan proses hacking. Banyak cara teknik yang digunakan untuk ganggu infrastruktur cyber pemilu. Misalnya, sistem ITnya diganggu, lalu ada serangan DDOS," ujar pejabat di lingkungan BSSN tersebut, "lalu leak, yaitu terkaitan dengan pembocoran informasi. Ini biasanya micro targeting, misalnya menargetkan data peserta (konstituen pemilu). Ada informasi pribadi yang sifatnya private dicuri, dan diambil."
Direktur BSSN yang salah satu tugasnya membuat early warning system terkait ancaman siber ini menuturkan amplify itu terkait dengan gimana memviralkan informasi yang dibocorkan tersebut. Seperti diberitakan di media sebelumnya, salah satu serangan siber yang pernah mencuat adalah peretasan menggunakan Distributed Denial of Service, atau populer dikenal dengan DDOS, yang pernah melumpuhkan situs KPU.
Teknik serangan ini membanjiri situs web dengan permintaan tinggi pada saat yang bersamaan, sehingga mengakibatkan server menjadi down. Selain berkoordinasi dengan KPU RI terkait pengamanan pemilu, BSSN, juga telah menggandeng penyelenggara internet dan platform media sosial seperti Facebook dan Twitter, BSSN, bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kominfo), KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga akan mengawasi berita dan informasi hoaks.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Clara Aprilia Sukandar
Editor: Clara Aprilia Sukandar
Tag Terkait: