...Pemerintah memastikan kebijakan baru ini dapat segera berlaku, karena peraturan hukumnya adalah Peraturan Menteri Keuangan yang tidak membutuhkan waktu lama karena hanya memerlukan persetujuan di tingkat menteri.
Hal ini berbeda dengan revisi Daftar Negatif Investasi (DNI) yang membutuhkan waktu sedikit agak lama karena peraturan hukumnya adalah peraturan presiden yang memerlukan pengesahan lebih lanjut di tingkat kepala negara. Sudah Menerima Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan delapan perusahaan atau wajib pajak sudah menerima insentif pengurangan pajak penghasilan seusai terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 35/PMK.010/2018.
Sebanyak delapan perusahaan ini mencakup total rencana investasi sebesar Rp161,3 triliun dengan total penyerapan tenaga kerja mencapai 7.911 orang hanya selama enam bulan pelaksanaan PMK.
"Negara asal investor ini berasal dari China, Hong Kong, Singapura, Jepang, Belanda, dan Indonesia," ujar mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.
Sebanyak tiga perusahaan yang mendapatkan insentif perpajakan ini berinvestasi di industri terkait dengan infrastruktur ketenagalistrikan. Lima perusahaan lainnya berinvestasi di industri terkait dengan logam dasar hulu, seperti industri penggilingan baja, industri besi, dan baja dasar, serta industri logam dasar bukan besi.
Lokasi dari investasi tersebut, antara lain dua perusahaan di kawasan industri Morowali, dua perusahaan di Kabupaten Halmahera Timur, Maluku Utara, dan satu perusahaan di Serang, Banten. Selain itu, satu perusahaan di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, satu perusahaan di Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, dan satu perusahaan di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.
Berdasarkan jenis investasi, tujuh wajib pajak tersebut merupakan penanaman modal baru dan satu wajib pajak merupakan perluasan usaha. Sri Mulyani mengatakan peningkatan jumlah pelaku usaha yang memperoleh "tax holiday" sejak adanya revisi PMK itu telah memperlihatkan adanya iklim investasi yang atraktif di Indonesia.
Meski demikian, pemerintah menganggap hal ini belum cukup, sehingga dalam hitungan bulan, terdapat penambahan sektor usaha yang berhak mendapatkan "tax holiday". Melihat realita tersebut, disertai dengan kenyataan bahwa delapan perusahaan itu belum ada yang merealisasikan investasi atau melakukan kegiatan produksi, maka pemerintah boleh was-was terhadap efektivitas kebijakan ini.
Oleh karena itu, pemerintah harus terus mengawal pemberian fasilitas perpajakan agar bisa bersinergi dengan kebijakan lainnya, seperti revisi DNI maupun peningkatan DHE, dan benar-benar efektif mengundang modal masuk. Menerbitkan Sebelumnya, pemerintah pada 29 Maret 2018 menerbitkan PMK 35/PMK.010/2018 tentang pemberian fasilitas pengurangan pajak penghasilan badan yang merupakan revisi dari PMK 159/PMK.010/2015.
Dalam revisi PMK tersebut, terdapat penurunan nominal investasi yang bisa diberikan kepada wajib pajak dari sebelumnya Rp1 triliun menjadi Rp500 miliar. Selain itu, terdapat penambahan cakupan industri yang bisa mendapatkan "tax holiday" dari delapan menjadi 17, termasuk 153 bidang usaha dan jenis produksi.
Sebanyak 17 bidang usaha itu mencakup industri logam dasar hulu, industri pemurnian dan atau pengilangan minyak dan gas bumi dengan atau tanpa turunannya serta industri petrokimia berbasis minyak bumi, gas alam, atau batu bara dengan atau tanpa turunannya.
Selain itu, industri kimia dasar anorganik, industri kimia dasar organik, industri bahan baku farmasi, industri pembuatan semi konduktor dan komponen utama komputer lainnya, industri pembuatan komponen utama peralatan komunikasi dan industri pembuatan komponen utama alat kesehatan.
Selain itu, industri pembuatan komponen utama mesin industri, industri pembuatan komponen utama mesin, industri pembuatan komponen robotik, industri pembuatan komponen utama kapal, dan industri pembuatan komponen utama pesawat terbang.
Terakhir, industri pembuatan komponen utama kereta api, termasuk mesin atau transmisi, industri mesin pembangkit tenaga listrik, dan infrastruktur ekonomi. PMK 159/PMK.010/2015 yang terbit pada 14 Agustus 2015 merupakan revisi dari PMK 130/PMK.010/2011. Namun, tidak ada wajib pajak yang memperoleh "tax holiday" dalam periode PMK ini, karena proses simplifikasi yang dilakukan tidak terlalu mengundang minat investor.
Sementara itu, PMK 130/PMK.010/2011 yang terbit pada 15 Agustus 2011 merupakan peraturan awal dari pemberian "tax holiday" di Indonesia. Terdapat lima wajib pajak yang tercatat berhasil memperoleh insentif ini, meski hanya tiga yang telah melakukan produksi secara komersial.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: