Pemerintah terus mendorong para pelaku usaha, khususnya sektor manufaktur di dalam negeri agar aktif menjalankan program hilirisasi industri. Upaya strategis ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap produk impor sekaligus sebagai langkah mengurangi defisit neraca perdagangan dan neraca transaksi berjalan.
"Hilirisasi dan industrialisasi benar-benar digenjot dan digalakkan. Utamanya sektor hasil-hasil tambang, sehingga kita tidak perlu lagi kirim (ekspor) bahan baku mentah. Ini harus dihentikan. Jadi, kita harus berani beralih, dengan mengirim barang dalam bentuk setengah jadi atau jadi," kata Presiden Joko Widodo di Jakarta, Selasa (27/11/2018).
Menurut Jokowi, saat ini sudah ada berbagai teknologi guna mempermudah pelaksanaan program peningkatan nilai tambah bahan baku dalam negeri tersebut. Contohnya untuk mengolah komoditas batu bara.
"Sekarang ada teknologi untuk batu bara yang kelas rendah maupun kelas menengah, bisa dijadikan gas, bisa dijadikan minyak. Karena teknologi baru telah berkembang," tuturnya.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto meyakini aktivitas industrialisasi konsisten membawa efek berantai yang positif bagi perekonomian nasional. Selain peningkatan nilai tambah, juga memacu pada penyerapan tenaga kerja dan penerimaan negara dari ekspor.
"Tidak ada satu negara maju di dunia yang tanpa melalui proses industrialisasi," tegasnya.
Data United Nations Industrial Development Organization (UNIDO) menunjukkan Indonesia menempati peringkat ke-4 dunia dari 15 negara yang kontribusi industri manufaktur terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) di atas 10%.
"Kita sering mendengar deindustrialisasi itu karena kontribusi ke PDB harus di atas 30%. Kalau kita melihat data UNIDO, ekonomi negara di dunia yang di atas 30% itu tidak ada," ungkapnya.
Berdasarkan laporan UNIDO, di negara industri, rata-rata sektor manufaktur menyetor ke PDB hanya mencapai 17%. Sementara Indonesia mampu menyumbang hingga 22%, di bawah Korea Selatan (29%), China (27%), dan Jerman (23%). Namun, Indonesia melampaui perolehan Meksiko (19%) dan Jepang (19%). Sedangkan, negara-negara dengan kontribusi sektor industri di bawah rata-rata 17%, antara lain India, Italia, Spanyol, Amerika Srikat, Rusia, Brasil, Perancis, Kanada, dan Inggris.
UNIDO juga mengemukakan, Indonesia termasuk dariĀ empat negara Asia yang memiliki nilai tambah sektor manufaktur tertinggi di dunia. "Jadi, kita bersama Cina, Jepang, dan India," imbuh Airlangga.
Nilai tambah industri nasional meningkat hingga US$34 miliar, dari 2014 yang mencapai US$202,82 miliar dan saat ini menjadi US$236,69 miliar.
Ketua Umum Partai Golkar itu menjelaskan, dalam upaya menggenjot industrialisasi, pihaknya memfasilitasi pembangunan kawasan industri terutama di luar Jawa. Langkah ini juga mendorong terwujudnya Indonesia sentris, yakni pemerataan pembangunan dan ekonomi di seluruh wilayah Indonesia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: