Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pinjaman Gempa Bank Dunia Bukan Penambahan Utang

Pinjaman Gempa Bank Dunia Bukan Penambahan Utang Kredit Foto: Antara/Ahmad Subaidi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pemerintah meminta masyarakat tidak mengkhawatirkan atau mencurigai secara berlebihan terhadap tawaran pinjaman bagi bencana alam senilai hingga US$1 miliar atau sekitar Rp15 triliun dari World Bank (Bank Dunia).

Direktur Pinjaman dan Hibah, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, Schneider Siahaan, mengatakan pinjaman jangka panjang hingga US$1 miliar atau sekitar Rp15 triliun itu serupa pinjaman darurat atau siaga.

“Bentuk pinjamannya namanya Catastrophic Deffered Drawdown Option (Cat DDO). Jadi sifatnya standby loan yang ditarik ketika triggeratau pemicu terpenuhi yakni saat bencana alam terjadi. Jadi bisa ditarik ketika triggernya terpenuhi,” tuturnya di Jakarta, Kamis (6/12/2018)

Bahkan, lanjutnya, meski terjadi bencana sekalipun tidak serta merta pinjaman tersebut harus diambil karena pemerintah menilai kas negara masih mampu menanggung ketersediaan dana akibat musibah bencana alam.

“Sekali lagi, sifat pinjaman ini serupa pinjaman darurat. Tidak menggunakan jaminan. Jika pinjaman tidak ditarik maka tidak menjadi utang baru bagi pemerintah Indonesia. Jadi tawaran pinjaman World Bank itu bukan komitmen utang baru,” tegas Schneider.

Kementerian Keuangan bahkan menegaskan ajang Pertemuan Tahunan IMF-World Bank di Nusa Dua, Bali beberapa waktu lalu tidak menghasilkan satu pun komitmen pinjaman baru bagi Indonesia.

Tawaran pinjaman saat terjadi bencana alam bagi Indonesia menjadi perbincangan setelah disampaikan oleh CEO World Bank Kristalina Georgieva pada Pertemuan Tahunan IMF-World Bank. Tawaran pinjaman diberikan untuk membantu pemulihan dan rekonstruksi daerah yang terdampak bencana alam, termasuk bagi korban gempa di Lombok dan tsunami di Sulawesi Tengah.

Bantuan pinjaman akan dicairkan sesuai permintaan pemerintah Indonesia. Bantuan pendanaan itu juga melengkapi hibah yang sebelumnya diberikan senilai US$5 juta atau sekitar Rp75 miliar untuk asistensi teknis dalam perencanaan terperinci untuk menjamin pemulihan pasca rekonstruksi dan melibatkan masyarakat.

Paket bantuan tersebut dapat mencakup dana transfer tunai (cash transfer) ke 150 ribu keluarga termiskin yang terdampak selama enam bulan hingga setahun. Penguatan sistem perlindungan sosial yang dirancang untuk mendukung perekonomian lokal dan penyerapan tenaga kerja selama fase pemulihan.

Selain itu, bantuan juga diberikan untuk menghindari kerusakan jangka panjang pada sumber daya manusia maupun program pemulihan darurat baru untuk membiayai pembangunan kembali fasilitas publik dan aset infrastruktur penting, seperti rumah sakit, sekolah, jembatan, jalan tol, dan infrastruktur untuk pasokan air.

“Bantuan pinjaman ini juga dapat memperkuat upaya pengawasan dan sistem peringatan dini dan membantu pembiayaan untuk rekonstruksi perumahan serta infrastruktur dan fasilitas di lingkungan tempat tinggal,” pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Kumairoh

Bagikan Artikel: