Akhir-akhir ini kabar terkait utang yaang mengikat Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kian santer terdengar. Berbagai pihak seperti mulai dari pengamat sampai dengan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menanggapinya dengan konotasi yang cenderung negatif.
Tak hanya sampai disitu, ditambah lagi beberapa pemberitaan menyebutkan bahwa utang dari perusahaan-perusahaan ‘Pelat Merah’ ini menggunung dan mencapai angka Rp5.000 triliun.
Adanya kabar tersebut Kementerian yang bersangkutan melalui Menteri Rini Soemarno, menampik angka Rp 5.000 triliun itu. Rini menjelaskan utang yang sebenarnya ditanggung oleh korporasi yang berada dibawah kendalinya tak lebih dari Rp2.000 triliun.
“Begini ya, kan kemarin ada bicara mengenai jumlah Rp5.000 triliun, ini mungkin perlu saya tekankan supaya sadar. Bahwa utang korporasi BUMN itu Rp1.980 triliun, jadi hampir Rp2.000 triliun bukan Rp5.000 triliun,” tegas Rini di JI Expo Kemayoran Jakarta, Kamis (13/12/2018).
Dirinya kembali menerangkan, muculnya angka Rp5.000 triliun apabila dimasukan atau dihitung dengan aktivitas Perbankan. Dimana diketahui aset Perbankan berasal dari dana Pihak Ketiga (DPK).
“Rp5.000 triliun itu menghitung aktifitas perbankan, perbankan itu struktur yang berbeda, bukan korporasi BUMN yang melakukan pembangunan jalan tol lainnya (seperti BUMN sektor Karya). Kalau perbankan hidupnya simpan pinjam. Nah untuk perbankan sendiri aset dan DPK itu Rp3000 triliun,” paparnya.
Sebelumnya, Kementerian BUMN melalui Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha, Aloysius K. Ro, mengatakan, total liabilitas BUMN per September 2018 memang mencapai Rp5.271 triliun, di mana total aset mencapai Rp7.718 triliun, meningkat Rp508 triliun dari Rp7.210 triliun per Desember 2017.
Namun, perlu diketahui juga bahwa total utang sebesar Rp5.271 triliun tersebut didominasi oleh sektor jasa keuangan sebesar Rp3.300 triliun, di mana hampir 75%-nya merupakan Dana Pihak Ketiga (DPK) dari perbankan.
"Kondisi utang BUMN tersebut masih dalam kondisi yang aman. Bila dibandingkan dengan rata-rata industri mengacu pada data dari Bursa Efek Indonesia (BEI) bahwa rasio Debt to Equity BUMN masing-masing sektor masih berada di bawah rata-rata Debt to Equity industri," ujar pria yang akrab disapa Aloy.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Kumairoh
Tag Terkait: