Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

OJK NTB Minta BPR Penuhi Kewajiban Modal Inti Rp3 Miliar

OJK NTB Minta BPR Penuhi Kewajiban Modal Inti Rp3 Miliar Otoritas Jasa Keuangan (OJK) | Kredit Foto: Fajar Sulaiman
Warta Ekonomi, Mataram -

Otoritas Jasa Keuangan Provinsi Nusa Tenggara Barat meminta seluruh bank perkreditan rakyat (BPR) di NTB agar memenuhi kewajiban menyediakan modal inti sebesar Rp3 miliar pada tahun 2019.

"Ketentuan modal inti tersebut harus terpenuhi pada 2019. Jika tidak, dikhawatirkan BPR bersangkutan akan kalah bersaing," kata Kepala OJK NTB Farid Faletehan, di Mataram, Sabtu (15/12/2018).

Dia mengatakan syarat modal inti sebesar Rp3 miliar tersebut diatur dalam Peraturan OJK No. 5/POJK.03/2015 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum dan Pemenuhan Modal Inti Minimum Bank Perkreditan Rakyat.

"Kami sudah memberitahukan kepada seluruh pengelola BPR tersebut untuk mematuhi peraturan yang sudah ditetapkan. Kami juga sudah berkoordinasi dengan Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia NTB," ujarnya.

Selain modal inti, OJK NTB juga meminta seluruh BPR untuk meningkatkan kualitas teknologi informasi dan menjadikan "financial technology" (fintech) sebagai bagian dari BPR.

Hal itu penting dilakukan, kata Farid, agar BPR mampu menangkap peluang pasar di kalangan generasi milenial yang sudah melek teknologi informasi.

"Pada 5 hingga 10 tahun mendatang, generasi milennial yang akan menguasai pasar. Mereka itulah pangsa pasar yang sangat potensial bagi industri perbankan, termasuk BPR," ucapnya pula.

Saat ini, menurut dia, semua jenis transaksi pinjam-meminjam selalu berhubungan dengan teknologi informasi. Oleh sebab itu, BPR perlu mengembangkan teknologinya. Bisa juga melakukan kolaborasi dengan penyedia fintech untuk memenuhi perangkat dan teknologinya.

Farid menambahkan penguatan teknologi informasi memang berimplikasi terhadap pengeluaran anggaran. Untuk itu, BPR harus memiliki modal yang kuat.

Penguatan modal tentunya menjadi tanggung jawab pemegang saham. Jika memang belum mampu, bisa melakukan penggabungan antar-BPR.

"Kalau modal sudah kuat, tentunya BPR bisa mengatasi resiko-resiko yang kemungkinan muncul, seperti kredit macet dan kecurangan. Kalau tidak kuat, bisa tergilas," kata Farid.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Fajar Sulaiman

Bagikan Artikel: