Pemerintah perlu meninjau ulang skema distribusi pupuk bersubdisi. Hal ini dikarenakan masih ditemukannya banyak permasalahan seputar distribusi. Permasalahan ini dikhawatirkan mengganggu produktivitas sektor pertanian, di mana pupuk merupakan salah satu komponen penting di dalamnya.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Arief Nugraha mengatakan, pupuk adalah salah satu unsur penting dalam pertanian dan digunakan untuk memaksimalkan hasil produksi dari petani. Dalam masa tanam, ada periode tertentu bagi petani untuk menggunakan pupuk. Karena itu, pupuk harus tersedia tepat saat masa pemupukan karena akan berdampak pada hasil produksi petani.
Beberapa masalah yang sering dialami pada pupuk bersubsidi, antara lain kelangkaan, terlambatnya distribusi pupuk, dan subsidi tidak tepat sasaran. Masalah-masalah ini dapat menyebabkan hasil panen tidak maksimal dan menghambat produktivitas petani.
"Masalah pada distribusi pupuk bersubsidi ini tidak jarang membuat pupuk bersubsidi tidak tersedia saat petani menggunakan pupuk. Hal ini membuat petani kesulitan karena mereka tidak memiliki pilihan lain. Mau tidak mau, akhirnya mereka menggunakan pupuk nonsubsidi. Sayangnya, pupuk nonsubsidi memiliki perbedaan harga yang cukup jauh dengan pupuk subsidi," jelas Arief di Jakarta, Kamis (31/1/2019).
Arief mengatakan, pupuk bersubsidi memiliki harga yang jauh lebih murah dibandingkan pupuk nonsubsidi. Saat ini harga pupuk bersubsidi, baik urea, NPK, dan merek lain sekitar Rp2.000 per kg. Sementara harga pupuk nonsubsidi berkisar antara Rp8.000-Rp12.000 per kg. Perbedaan harga yang sangat tinggi ini terjadi dikarenakan pupuk nonsubsidi, terutama yang diproduksi oleh perusahaan, merupakan produk impor.
Kondisi tersebut, lanjut dia, membuat pilihan petani menjadi terbatas karena adanya perbedaan harga ini. Petani yang punya modal cukup kuat mungkin masih sanggup membeli pupuk nonsubsidi. Namun, hal ini belum tentu terjadi pada petani dengan modal yang lemah. Petani-petani dengan modal kecil akan kesulitan membeli pupuk nonsubsidi dikarenakan harganya yang tidak terjangkau bagi mereka.
"Pupuk yang disubsidi pemerintah saat ini adalah pupuk produksi dari perusahaan BUMN. Saat pupuk bersubsidi bermasalah, alternatif yang dimiliki petani adalah membeli pupuk nonsubsidi yang diproduksi BUMN maupun swasta. Sayangnya, pupuk-pupuk ini tidak disubsidi pemerintah, dan hal ini menyebabkan harganya jauh lebih mahal dengan pupuk bersubsidi," tambahnya.
Arief memaparkan, salah satu solusi yang bisa dilakukan untuk mengatasi hal ini adalah dengan mengubah skema distribusi pupuk bersubsidi. Skema subsidi pupuk dapat diubah agar tidak terpaku pada subsidi produk tertentu seperti yang selama ini terjadi. Subsidi dapat dialihkan kepada petani melalui kartu tani. Kartu tani dapat digunakan untuk membelanjakan pupuk yang selama ini termasuk dalam kategori pupuk nonsubsidi dengan subsidi di kartu tani tersebut.
"Dengan subsidi dialihkan ke kartu tani, petani dapat membeli pupuk dari produsen swasta dengan potongan harga dari subsidi pada kartu tani tersebut," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: