Meski Surplus di Triwulan IV, NPI 2018 Tetap Defisit US$7,1 Miliar
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan IV 2018 mengalami surplus sehingga menopang ketahanan sektor eksternal. Setelah pada triwulan sebelumnya mengalami defisit, NPI pada triwulan IV 2018 mencatat surplus sebesar US$5,4 miliar. Meski mencatatkan surplus, namun bila diakumulasi secara keseluruhan tahun, NPI tahun 2018 tetap mengalami defisit sebesar US$7,1 miliar.
"Secara keseluruhan NPI itu di triwulan IV 2018 itu surplus, kurang lebih sekitar US$5 miliar," kata Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo di Jakarta, Jumat (8/2/2019).
Perry menjelaskan, surplus NPI di triwulan IV 2018 ditopang oleh surplus transaksi modal dan finansial yang meningkat signifikan. Hal ini sebagai cerminan tingginya kepercayaan investor terhadap prospek perekonomian domestik.
Surplus transaksi modal dan finansial tercatat sebesar US$15,7 miliar, meningkat signifikan dibandingkan dengan surplus pada triwulan sebelumnya sebesar US$3,9 miliar. Peningkatan tersebut terutama didukung oleh membaiknya kinerja investasi portofolio, seiring meningkatnya aliran masuk dana asing pada aset keuangan domestik. Peningkatan surplus juga didukung penerbitan obligasi global oleh pemerintah dan korporasi.
Selain itu, optimisme terhadap prospek ekonomi Indonesia mendorong pelaku usaha domestik melakukan penarikan simpanan di bank luar negeri untuk memenuhi kebutuhan bisnisnya sehingga investasi lainnya tercatat surplus.
"Memang defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/ CAD) masih lebih tinggi yang diperkirakan, tapi surplus dari neraca modalnya jauh lebih besar sehingga memang surplus dari neraca modal atau aliran modal asing itu bisa menutupi defisit CAD, sehingga NPI-nya secara keseluruhan adalah surplus," ungkapnya.
Seperti yang diutarakan Perry, defisit transaksi berjalan pada triwulan IV 2018 meningkat sejalan dengan permintaan domestik yang kuat. Defisit neraca transaksi berjalan pada triwulan IV 2018 tercatat sebesar US$9,1 miliar (3,57% PDB), lebih tinggi dibandingkan dengan defisit pada triwulan sebelumnya sebesar US$8,6 miliar (3,28% PDB). Bila dihitung secara keseluruhan tahun, defisit transaksi berjalan masih berada dalam batas yang aman, yakni sebesar US$31,1 miliar atau 2,98% dari PDB.
Peningkatan defisit neraca transaksi berjalan dipengaruhi oleh penurunan kinerja neraca perdagangan barang nonmigas akibat masih tingginya impor sejalan dengan permintaan domestik yang masih kuat di tengah kinerja ekspor yang terbatas. Kenaikan defisit juga didorong oleh peningkatan impor minyak seiring peningkatan rerata harga minyak dunia dan konsumsi BBM domestik.
Meskipun demikian, kinerja neraca pendapatan primer dan neraca jasa yang lebih baik dapat membantu mengurangi kenaikan defisit. Perbaikan neraca pendapatan primer terutama ditopang pembayaran bunga surat utang pemerintah yang lebih rendah, dan kenaikan surplus jasa perjalanan, antara lain didukung oleh penyelenggaraan Asian Para Games di Jakarta dan Pertemuan Tahunan IMF-World Bank di Bali.
Ke depan, kinerja NPI diprakirakan membaik dan dapat terus menopang ketahanan sektor eksternal. Bi terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah guna memperkuat ketahanan sektor eksternal, termasuk pengendalian defisit transaksi berjalan pada 2019 menuju kisaran 2,5% dari PDB.
"BI senantiasa mencermati perkembangan global yang dapat memengaruhi prospek NPI khususnya ketidakpastian di pasar keuangan global yang masih tinggi, serta volume perdagangan dunia dan harga komoditas global yang cenderung menurun," tuturnya.
BI juga akan terus memperkuat bauran kebijakan guna menjaga stabilitas perekonomian, serta memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah dalam mendorong kelanjutan reformasi struktural.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Kumairoh
Tag Terkait: