Kemajuan teknologi mendorong masyarakat dan industri mulai memasuki era baru yang lebih akrab disebut gelombang teknologi 4.0. Kondisi tersebut mau tidak mau menimbulkan disruption (gangguan) terhadap proses kerja di berbagai industri. Tak terkecuali di sektor food and beverage dan juga bisnis restoran.
“Ya dengan kemajuan teknologi yang ada sekarang, semua sektor bisnis pasti terkena imbasnya. Termasuk juga Bakmi Naga. Tapi so far enggak ada masalah di kami. Malah dari perubahan yang ada justru ternyata cukup menggembirakan bagi bisnis kami,” ujar founder Bakmi Naga, Susanty Widjaya, kepada Warta Ekonomi, beberapa waktu lalu.
Sebagaimana diketahui, Bakmi Naga merupakan salah satu brand tertua di bisnis kuliner nasional dengan telah berdiri sejak tahun 1979. Nama ‘Bakmi Naga’ sendiri diambil dari nama pendirinya dulu, yaitu Ny. Liong, di mana dalam Bahasa Mandarin, Liong memiliki arti Naga. Susanty sendiri merupakan generasi ketiga dari Ny. Liong, sang pendiri Bakmi Naga.
“Kenapa saya bilang menggembirakan, karena dengan adanya disrupsi ini justru ada peluang-peluang yang kalau kita jeli justru bisa menguntungkan bisnis kita. Contoh, misalnya, orang sekarang lebih senang order makanan lewat GoFood. Dengan begitu kami tak perlu repot-repot lagi sediakan tenaga pengantar. Nggak perlu create motor custom dengan box di belakang untuk antar makanan. Cost delivery jadi customer yang tanggung, jadi harga bisa lebih murah. Kalau ada terlambat atau salah pesan juga bukan kami lagi yang diomelin customer, tapi kurir GoFood,” tutur Susanty.
Tak hanya soal risiko dan cost yang teralihkan ke customer, menurut Susanty, dengan adanya GoFood cukup membantu gerai-gerainya yang biasanya lewat pembelian langsung relatif hanya ramai pengunjung di jam-jam makan siang atau makan malam. Dengan adanya GoFood tren pembelian itu lebih tersebar di jam berapa pun customer membutuhkan makanan.
Di luar soal pengantaran, disrupsi dari perubahan gaya hidup masyarakat terhadap bisnis kuliner dirasakan Susanty juga berpengaruh terhadap cost yang harus ditanggung saat harus membuka sebuah cabang. Susanty mengklaim biaya membuka satu gerai Bakmi Naga kini jauh lebih murah dibanding 10 atau 20 tahun yang lalu.
“Orang sekarang itu to the point. Di kami dulu untuk buka gerai meja-kursinya harus dari kayu jati. Interior juga harus luxurious. Kini meja-kursi di gerai franchise kami cukup yang dari rotan sintetik. Ini sangat membantu karena cost untuk bikin satu gerai bisa lebih ditekan. Asal tetap kita jaga kebersihannya, kenyamanannya, namun tidak perlu lagi luxurious karena hal itu bukan lagi jadi prioritas bagi masyarakat kita sekarang,” tegas Susanty.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Taufan Sukma
Editor: Clara Aprilia Sukandar
Tag Terkait: