Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Abdul Kadir Karding menilai puisi Neno Warisman yang dibacakan pada Munajat 212, menunjukkan bahwa agama dijadikan kedok untuk kepentingan politik.
"Menurut saya tidak pantas disebut sebagai doa atau puisi. Neno adalah contoh paling gamblang bagaimana agama dijadikan kedok untuk tujuan politik," katanya dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Sabtu (23/2/2019).
Lanjutnya, ia mengatakan bahwa diksi tidak ada lagi yang menyembah Allah dipilih Neno untuk menggiring opini publik.
Sambungnya, ia menyatakan pemilihan diksi tersebut seolah-olah hanya Neno dan kelompoknya yang menyembah Allah, sedangkan yang lain tidak.
"Pertanyaan saya, dari mana Neno bisa mengambil kesimpulan itu? Apa ukurannya sampai ia bisa mengatakan jika pihaknya kalah maka tak akan ada lagi yang menyembah Allah?" katanya lagi.
Baca Juga: Neno Bukan Fanatik Agama, TKN Membela?
Menurutnya, Neno telah menafikkan kenyataan bahwa Jokowi-Ma'ruf merupakan bagian dari umat Islam.
"Pak Jokowi-Ma'ruf juga umat Islam yang juga menjalankan shalat, zakat, haji, dan berbagai kelompok lintas agama. Apa Neno merasa cuma dia dan kelompoknya yang menjalankan ibadah?" jelasnya.
Oleh karena itu, ia menilai Neno sedang terjebak dalam fanatisme politik saat ini.
Baca Juga: Puisi Neno Seperti Ancam Tuhan, Luhut: Kok Tuhan Diancam?
"Ucapannya bukan saja mendiskreditkan kelompok yang berlainan politik dengannya tapi bahkan juga berani mendikte dan mengancam Tuhan," tukasnya.
Sebelumnya, seperti diberitakan, Neno membacakan puisi yang sebagian isinya adalah meminta kemenangan dalam Pilpres nanti. Isinya adalah:
"...Jangan, jangan Engkau tinggalkan kami dan menangkan kami. Karena jika Engkau tidak menangkan. Kami khawatir ya Allah. Kami khawatir ya Allah tak ada lagi yang menyembah-Mu..."
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil