Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Singapura Manfaatkan Teknologi Tingkatkan Produksi Pangan, Kalau Indonesia?

Singapura Manfaatkan Teknologi Tingkatkan Produksi Pangan, Kalau Indonesia? Kredit Foto: Antara/Dedhez Anggara
Warta Ekonomi, Jakarta -

Untuk mewujudkan swasembada pangan sebesar 30% pada 2030, Pemerintah Singapura akan memanfaatkan beragam teknologi di sektor pertanian. Mulai dari budi daya sayur menggunakan pencahayaan LED khusus untuk memaksimalkan hasil panen, serta budi daya ikan di laut dengan sistem yang melindungi mereka dari ganggan beracun, mekar, dan tumpahan minyak.

Menteri Lingkungan dan Sumber Daya Air Singapura, Masagos Zulkifli mengatakan kepada Parlemen, untuk menggunakan solusi-solusi tersebut demi meningkatkan produktivitas pangan. Dengan begitu, target swasembada pangan Singapura bisa diwujudkan.

"Petani di masa depan akan mengoperasikan sistem kontrol terkomputerisasi dalam lingkungan yang menyenangkan," kata Masagos dikutip dari The Straits Time, Jumat (8/3/2019).

Masagos pun menambahkan, industri pangan juga harus menerapkan penelitian dan pengembangan, memperkuat ketahanan iklim, dan mengatasi kendala sumber daya. Permasalahan-permasalahan itu dapat diselesaikan dengan bantuan teknologi.

Pencahayaan LED bertingkat dalam ruangan untuk budi daya sayuran, serta sistem akuakultur resirkulasi bertingkat dalam ruangan dapat menghasilkan 10 hingga 15 kali lebih banyak daripada menggunakan cara konvensional. Pertanian berteknologi tinggi bisa sedikit mengurangi padat karya juga.

Baca Juga: Sah! Warung Pintar Akuisisi Startup Pertanian Ini

Pemanfaatan Teknologi Pertanian di Indonesia

Dengan masalah pertanian yang berbeda, penggunaan teknologi pertanian di Tanah Air pun tak serupa dengan Singapura. Bila negara itu sudah akan mengimplementasikan teknologi untuk meningkatkan produktivitas pangan, Indonesia tidak begitu.

Co-Founder TaniHub Michael Jovan mengatakan, teknologi pertanian negara ini masih berfokus pada penyelesaian masalah modal dan pemasaran. Belum sampai pada tahap penerapan dalam proses penanaman (on-farm).

"Saat ini, masalah utama pertanian Indonesia masih terletak pada akses permodalan dan pemasaran. Kami mau coba memecahkan dua masalah besar tersebut," ujar Michael kepada Warta Ekonomi ketika ditemui di Menara Kibar, minggu lalu (1/3/2019).

Ia juga menjelaskan, dalam proses penanaman, ada banyak teknologi yang bisa digunakan. Dari proses penyiraman dan pengawasan menggunakan drone, hingga mengecek kelembapan tanah dengan memanfaatkan Internet of Things (IoT). Salah satu fintech P2P yang bergerak di bidang pertanian, Crowde, mengaku sudah menerapkan hal itu.

Head of Marketing Crowde berujar, "Ketika dilakukan credit scoring, ada pengecekan tanah yang dilakukan oleh partner IoT kami. Itu dilakukan untuk mengecek keadaan tanah hingga bibit."

Namun, untuk pemanfaatan drone, baik TaniHub maupun Crowde mengaku belum menggunakannya dengan alasan masing-masing. Keduanya lebih berfokus pada pemecahan masalah permodalan dan pemasaran. 

Pemanfaatan teknologi pascapanen, seperti menyortir hasil produksi menggunakan mesin secara otomatis, juga belum digunakan di Indonesia. Padahal, negara seperti China dan Afrika diklaim telah mengimplementasikan hal tersebut. 

"Masih butuh waktu panjang untuk sampai ke sana. Namun, kita (Indonesia) pasti cepat atau lambat akan menerapkan hal serupa," pungkas Michael lagi.

Baca Juga: Era Disrupsi, Sektor Pertanian Makin Efisien dan Efektif

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Tanayastri Dini Isna
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: