Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Smart Factory Hanya 'Ramah' untuk Perusahaan Besar

Smart Factory Hanya 'Ramah' untuk Perusahaan Besar Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Gelombang penerapan teknologi 4.0 di Indonesia terus berkembang demikian pesat. Mulai dari semakin moncernya kinerja perusahaan startup di bidang e-commerce, sistem pembayaran, dan beragam lainnya hingga perubahan 'wajah' industri konvensional yang terdorong untuk semakin go digital.

Di antara sekian banyak penyesuaian implementasi teknologi tersebut, konsep smart factory adalah salah satu bentuk terbaru yang juga mulai dilirik oleh sejumlah pelaku industri. Dengan masing-masing komponen di dalamnya yang semakin didigitalisasi, kinerja pabrik terdorong menjadi semakin efisien dan produktivitas dengan sendirinya juga bakal melonjak.

Meski demikian, rupanya bukan perkara mudah untuk dapat mulai menerapkan smart factory di Indonesia. Beragam kendala mulai dari ketersediaan infrastruktur penunjang hingga Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai operator di balik sistem, membuat konsep baru ini susah diterapkan dan membutuhkan dana investasi yang tidak sedikit.

Baca Juga: Bagaimana Merancang Smart Factory?

"Di negara-negara maju memang penerapan (smart factory) ini sudah mulai banyak, bahkan sejak 2011 lalu. Tapi, di negara-negara Asia Tenggara, terlebih di Indonesia, sejauh ini menurut saya baru dalam tahap persiapan. Baru dalam tahap planning untuk masuk ke sana. Kalau pun sudah mulai (menerapkan), itu sebatas perusahaan-perusahaan menengah ke atas. Belum masif," ujar Pengamat Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara kepada Warta Ekonomi beberapa waktu lalu.

Keterbatasan implementasinya yang baru berkutat pada perusahaan-perusahaan besar, menurut Bhima, lantaran pada praktiknya dibutuhkan usaha yang membutuhkan biaya yang tak sedikit karena inti dari penerapan smart factory ada pada jaringan infrastruktur digital yang cepat dan merata. Sedangkan sudah menjadi rahasia umum, ketersediaan jaringan tersebut masih sangat memprihatinkan.

"Faktanya, harus diakui kondisi bandwith di Indonesia masih terbilang 'jongkok' dan sangat tertinggal dibanding negara-negara lain. Jadi, kalau memang (smart factory) mau jalan, biaya jaringan internetnya sudah pasti mahal. Belum lagi, perangkat-perangkat yang dibutuhkan tentu yang berteknologi terbaru, sehingga juga mahal. Artinya, hanya perusahaan-perusahaan besarlah yang bisa menjawab syarat-syarat tadi," tegas Bhima.

Baca Juga: Apa Saja Industri yang Siap Adopsi Smart Factory?

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Taufan Sukma
Editor: Rosmayanti

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: