Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Penting Banget! Begini Pengaruh Mitigasi Risiko dalam Equity Crowdfunding

Penting Banget! Begini Pengaruh Mitigasi Risiko dalam Equity Crowdfunding Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sebagai model bisnis baru di bidang teknologi finansial, pelaku fintech urun dana (equity crowdfunding) harus memiliki mitigasi risiko yang baik. Hal itu dilakukan untuk membangun imej industri yang terpercaya sehingga gambaran negatif yang menyerang ekosistem fintech pendanaan (peer-to-peer/P2P) tak akan terduplikasi di ekosistem fintech urun dana.

Pernyataan itu diungkapkan oleh CFO Alumnia, Mardina T kepada Warta Ekonomi. Menurutnya, platform urun dana seperti perusahaan rintisannya harus memiliki mekanisme mitigasi risiko yang baik sehingga dapat memberikan keamanan dan hasil yang optimal bagi investornya.

"Equity kan sesuatu yang baru, perlu dikawal. Jangan sampai ada masalah karena nanti imejnya tidak bagus. Dari sisi kami sebagai penyedia platform, ada mekanisme untuk melihat proyek itu bagus atau tidak, harus melindungi investor karena ini kan dana publik," papar Mardina kepada Warta Ekonomi beberapa waktu lalu.

Sebab, jika terjadi masalah di tahap awal pertumbuhan ekosistem fintech urun dana, para penyedia platform yang akan terkena dampaknya. Sebaliknya, bila konsumen sudah percaya, maka proses pemasaran platform dapat dilakukan dengan lebih mudah.

Mardina berkata, "Kalau mereka sudah percaya dengan platform kami, itu sudah otomatis akan memasarkan platform kami. Harus punya semacam mekanisme untuk mitigasi risiko. Pertama aman dan kedua memberikan hasil optimal bagi investor."

Baca Juga: 1 Lagi Fintech Equity Crowdfunding, Bentukan Alumni ITB, IPB, UGM, UI, dan Unbraw!

Mitigasi Risiko ala Alumnia

Alumnia sendiri memiliki beberapa langkah untuk mencegah risiko dalam memberikan layanan. Hal pertama yang platform itu lakukan, membuat klaster alumni, misalnya alumni universitas. Itu sudah menjadi salah satu mitigasi risiko sendiri bagi platform yang dibangun oleh alumni dari beragam perguruan tinggi ternama Indonesia tersebut.

"Jadi, sudah diketahui rekam jejaknya, idealnya investor dan investee berasal dari instansi yang sama, misal dari ITB ke ITB. Makanya pendiri Alumnia dari berbagai universitas," jelas Mardina lagi.

Selain itu, Alumnia juga mengevaluasi pihak yang akan menerima pendanaan. Rencana dan potensi pengembangan usahanya akan dinilai lebih dulu, edukasi terhadap investor pun dilakukan secara bersamaan.

CEO Alumnia, Agus Wicaksono menjelaskan, "Kami mengevaluasi pihak yang melakukan raise funding, lalu mengedukasi investor, kalau investasi itu ada risikonya, bukan sekadar janji muluk. Makanya slogan kami, deliver high value in good values."

Mereka juga mengklaim tak ingin menjalankan investasi yang merusak etika. Oleh karena itu, Alumnia mendukung proyek yang berbasis sustainable development goals (SDGs). Salah satu proyek awal yang mereka danai, pembangunan coworking space di daerah Juanda, Depok yang dibangun menggunakan konstruksi bambu yang sudah diolah.

Agus berujar, "Karena bambu dianggap mendukung paling tidak, 7 dari 17 SDGs sebab menyerap CO2 lebih banyak. Menghasilkan coworking space yang eco-friendly, milenial, dan ikonik."

Proyek perama itu ditargetkan membutuhkan dana sekitar Rp2-Rp3 miliar. Mereka menggandeng pihak lain sebagai partner yang mengeksekusi pembangunan proyek itu. Alumnia mengklaim, untuk bisa berinvestasi di proyek itu, dana yang harus dikeluarkan tidak signifikan. Pengumuman pembukaan pendaan akan segera dilakukan bulan ini.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Tanayastri Dini Isna
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: