Kenaikan harga tiket pesawat yang tidak dibarengi dengan peningkatan kualitas layanan dinilai hanya merugikan konsumen. Tercatat, harga tiket pesawat terus mengalami kenaikan sejak tahun 2018 lalu.
Ketua Komisi Advokasi Badan Perlindungan Konsumen (BPKN), Rizal E Halim, mengatakan kenaikan harga tiket pesawat terbilang cukup tinggi hingga mendekati 100%. Kenaikan harga tiket pesawat ini tentu akan merugikan konsumen karena tidak ada perbaikan layanan dari maskapai sebagai bentuk kompensasi. Di sisi lain, para maskapai penerbangan meraup keuntungan dari kenaikan harga tiket pesawat ini.
"Harga tiket pesawat naik, bahkan mendekati 100%. Tetapi pelayanannya masih sama. Bahkan pada kasus tertentu seperti ada bagasi rusak dan keterlambatan penerbangan menjadi hal yang sering terjadi," katanya dalam keterangan yang diterima Warta Ekonomi di Jakarta, Kamis (28/4/2019).
Baca Juga: Tiket Pesawat Mahal, Okupansi Hotel Anjlok 40%
Kenaikan harga tiket pesawat ini diduga terjadi karena ada praktik kartel yang melibatkan dua grup maskapai besar, yakni Lion Air Group dan Garuda Indonesia Group.
Berdasarkan catatan, Lion Air Group dan Garuda Group mendominasi struktur penguasaan pasar sebesar 96%. Garuda Group menguasai 46% pasar melalui maskapai Garuda Indonesia (20%), Citilink (13%), Sriwijaya (10%), dan Nam Air (3%). Adapun, Lion Air Group menguasai 50% pasar melalui maskapai Lion Air (34%), Batik Air (10%), dan Wings Air (6%).
Seiring dengan kenaikan harga tiket pesawat ini, Garuda Indonesia dilaporkan berhasil mencatatkan laba bersih sebesar Rp100 miliar selama tahun 2018 lalu. Padahal, berdasarkan laporan keuangan, maskapai pelat merah ini membukukan kerugian sebesar US$216,58 juta atau setara Rp3,06 triliun pada tahun 2017.
Baca Juga: Tiket Pesawat Mahal, Artotel Tidak Terkena Imbas
Awal bulan lalu, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi meminta maskapai menaikkan tarif yang wajar apabila menilai perlu ada kenaikan karena tekanan kondisi ekonomi global. Menhub mengatakan banyak faktor yang menyebabkan harga tiket meroket, di antaranya avtur, pembelian pesawat, tenaga kerja, dan inefisiensi.
Terkait tarif batas atas dan bawah, Menhub telah menyerahkan usulan tersebut kepada Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, yakni perubahan tarif batas bawah yang semula 30 persen menjadi 35 persen dari tarif batas atas.
Dia juga sebelumnya sudah meminta maskapai yang tergabung dalam Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional Indonesia (Inaca) untuk menurunkan tarif pesawat. Pihaknya juga mempersilakan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk menyelidiki adanya dugaan kartel dalam kenaikan yang terkesana begitu bersamaan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Cahyo Prayogo
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait: