Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Cara Indonesia Atasi Kesenjangan Biaya Demi Capai Target SDGs

Cara Indonesia Atasi Kesenjangan Biaya Demi Capai Target SDGs Kredit Foto: Bappenas
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pemerintah Indonesia menyadari perlu mengatasi kesenjangan pembiayaan untuk mencapai target Sustainable Development Goals (SDGs). Demikian dikatakan Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro di Opening Luncheon dan Announcement of The Global Investors for Sustainable Development (GISD) Alliance di New York.

Berdasarkan rancangan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, total kebutuhan belanja untuk sektor infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan ialah Rp14.500 triliun.

Kesenjangan pembiayaan yang tersisa sekitar Rp1.460 triliun, yaitu infrastruktur sebesar Rp600 triliun, pendidikan Rp160 triliun, dan kesehatan Rp700 triliun.

"Selain APBN dan swasta, pemangku kepentingan kunci untuk membiayai SDGs adalah pelaku usaha dan filantropi," ujar Bambang melalui siaran pers, Rabu (17/4/2019).

Baca Juga: Apa Peran Perguruan Tinggi dalam Mencapai SDGs? Ini Jawaban Menteri PPN

Indonesia menyakini pembentukan GISD Alliance sangat penting untuk mengidentifikasi dan menemukan solusi efektif untuk menjembatani kesenjangan pembiayaan yang dihadapi masing-masing negara dengan memberikan wawasan tentang opsi kebijakan finansial untuk lingkungan yang mendukung investasi serta skema pembiayaan inovatif.

"Kami berharap Aliansi GISD dapat memfasilitasi negara anggota PBB untuk mengimplementasikan SDGs dan kami siap bekerja sama untuk memastikan Agenda 2030 tercapai," jelas Bambang.

Tantangan utama Indonesia adalah memastikan pertumbuhan yang inklusif serta menciptakan kemakmuran bagi semua orang, sekaligus mempertahankan kualitas sumber daya alam dan melindungi lingkungan.

Dalam menghadapi tantangan tersebut, Pemerintah Indonesia mengakui peran SDGs menawarkan kerangka kerja yang bermanfaat untuk mengatasi ketimpangan dan memastikan tidak ada satu pun yang tertinggal.

Dalam Keputusan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang pencapaian SDGs, Kementerian PPN/Bappenas ditunjuk sebagai koordinator nasional untuk mengimplementasi SDGs di Indonesia, termasuk mengoordinasikan sumber pembiayaan lainnya dari masyarakat. Pada 2018, Kementerian PPN/Bappenas berhasil meluncurkan SDGs Financing Hub yang bertujuan untuk mengembangkan skema pembiayaan inovatif di Indonesia.

"SDGs Financing Hub berperan untuk mengoordinasikan, memfasilitasi, dan menciptakan sinergi inovasi pembiayaan untuk mencapai target SDGs di Indonesia, yaitu dengan menciptakan lingkungan pendanaan inovatif, membangun jaringan strategis dan matchmaking, mengembangkan model, instrumen dan teknologi, serta meningkatkan kapasitas SDM dan berbagi pengetahuan," jelas beliau.

Salah satu contoh implementasi pembiayaan inovatif blended finance di Indonesia adalah proyek Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di Jambi. PLTMH Jambi telah menyediakan pasokan listrik bagi 803 rumah tangga dan 4.448 orang ke empat desa, yaitu Desa Lubuk Bangkar (60 kW), Ngaol (40 kW), Air Liki (40 kW), dan Air Liki Baru (40 kW).

Dengan investasi dana zakat, pembangunan PLTMH Jambi ini melibatkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Pemerintah Provinsi Jambi, Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), Bank Jambi, dan United Nations Development Programme (UNDP).

Baca Juga: Bappenas Minta Partisipasi Sektor Swasta dalam Pencapaian SDGs

"Untuk meningkatkan implementasi bisnis berkelanjutan, Baznas baru saja meluncurkan Fiqih Zakat on SDGs yang berperan sebagai pedoman bagi filantropi muslim untuk mendukung SDGs. Indonesia sudah sepatutnya bangga karena skema tersebut adalah yang pertama di dunia dan harus menjadi salah satu referensi utama bagi kaum muslim dunia untuk mengimplementasikan SDGs," tutur Bambang.

Menurut Bambang, kesenjangan pembiayaan tersebut membutuhkan kolaborasi dari semua pihak dan oleh karenanya kemitraan adalah kunci untuk mencapai agenda pembangunan nasional dan SDGs.

"Bagi Indonesia, agenda pembangunan nasional dan agenda SDGs pada dasarnya memiliki tujuan yang sama dan saling menguatkan. Untuk itu, kemitraan lintas tingkat pemerintahan dan kemitraan dengan aktor non-pemerintah untuk mencapai SDGs sangatlah penting. Indonesia telah berusaha secara konsisten menjalankan prinsip inklusif dengan melibatkan semua pemangku kepentingan dari akademisi, CSO, media, filantropi dan pelaku usaha, serta mitra pembangunan," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: