Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

YKLI Kritik Keras Pemerintah, Karena Apa?

YKLI Kritik Keras Pemerintah, Karena Apa? Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Menyambut Hari Konsumen Nasional (Harkonas) yang diperingati tiap 20 April, Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menyampaikan sejumlah kritik terhadap perlindungan konsumen.

Ia mengatakan, keberadaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) belum cukup ampuh memberikan perlindungan pada konsumen.

"Pemerintah belum serius menjadikan UUPK sebagai basis hukum untuk melindungi dan memberdayakan konsumen," ujar Tulus dalam siaran persnya, Jumat (19/4).

Menurut Tulus, hal itu terlihat dari masih rendahnya Indeks Keberdayaan Konsumen (IKK) yang masih bertengger pada skor 40,41. Tulus mengatakan, angka tersebut masih jauh tertinggal dibandingkan negara maju dengan skor yang mencapai minimal skor 53.

"Bahkan Korea Selatan skor IKK-nya mencapai 67. Artinya tingkat keberdayaan konsumennya sudah sangat tinggi," kata dia.

Baca Juga: VMWare: Kesadaran Konsumen Jaga Keamanan Data Masih Rendah

Jika disandingkan dengan derasnya gempuran era digital ekonomi, menurut Tulus, masih rendahnya IKK di Indonesia adalah hal ironis. Sebab, rendahnya IKK berkelindan dengan rendahnya literasi digital konsumen.

Menurutnya, hal itu berimbas konsumen Indonesia saat ini ada kecenderungan menjadi korban produk-produk ekonomi digital seperti e-commerce dan finansial teknologi. Fakta itu terungkap dari tingginya pengaduan konsumen di YLKI terkait produk ekonomi digital tersebut.

Tulus mengatakan, pemerintah masih abai terhadap upaya melindungi konsumen terhadap produk ekonomi digital tersebut. Hal itu terbukti dengan masih mangkraknya Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Belanja Online.

"YLKI mempertanyakan dengan keras, ada kepentingan apa sehingga pemerintah masih malas mengesahkan RPP tentang Belanja Online?" ungkap Tulus.

Tulus mengingatkan agar pemerintah menjadikan Harkonas sebagai momen meningkatkan keberdayaan konsumen Indonesia. Pemerintah harus menjadikan isu perlindungan konsumen dan indeks keberdayaan konsumen menjadi arus utama dalam mengambil kebijakan.

"Walaupun dalam era Presiden Jokowi telah ditelurkan Perpres No 50 Tahun 2017 tentang Strategi Perlindungan Konsumen, namun nyatanya Stranas Perlindungan Konsumen hanya berhenti pada tataran formalitas belaka," ungkapnya dia.

Baca Juga: Perilaku Konsumen Indonesia: Belanja Online, Bayarnya Masih Zaman Old

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: