Polri akan mengambil langkah tegas berupa penjemputan paksa terhadap Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) Ustaz Bachtiar Nasir apabila mangkir dalam pemanggilan pemeriksaan tersangka pada pekan depan.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo menjelaskan, upaya paksa itu dilakukan lantaran dua kali pemanggilan Bachtiar Nasir mangkir dari agenda tersebut. Pemanggilan pada Selasa 14 Mei, pekan depan merupakan yang ketiga kalinya.
"Kalau pada panggilan ketiga minggu depan tidak juga hadir, akan kami lakukan upaya penjemputan selanjutnya," kata Dedi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (8/5/2019).
Baca Juga: Bachtiar Nasir Jadi Tersangka Pencucian Uang, PKS Bela: Ini Kriminalisasi Ulama
Bachtiar Nasir sendiri pada hari ini tidak hadir dalam pemanggilan pemeriksaan tersangka untuk yang kedua kalinya. Sehingga, pekan depan Polisi kembali menjadwalkan pemeriksaan terhadap Bachtiar Nasir.
Menurut Dedi, pihaknya berharap Bachtiar Nasir bisa menghadiri pemanggilan yang ketika. Mengingat, kata Dedi, keterangan dari loyalis Prabowo Subianto itu sangat diperlukan untuk kasus ini.
"Nanti akan klarifikasi beri keterangan terkait keterangan peristiwa perbuatan melawan hukum di dalam suatu yayasan tersebut," tutur Dedi.
Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Dit Tipideksus) Bareskrim Polri telah menetapkan Bachtiar Nasir sebagai tersangka TPPU. Diduga, dia terlibat dalam pengalihan dan penyelewengan dana dari Yayasan Keadilan Untuk Semua (YKUS).
Baca Juga: Bachtiar Nasir Jadi Tersangka, Sandi: Hukum Jangan Tajam ke Pengkritik Tapi Tumpul ke Penjilat
Perkara ini bergulir pada tahun 2017. Ketika itu, diduga ada aliran dana dari Bachtiar Nasir, yang merupakan Ketua GNPF MUI, ke Turki. Padahal dana yang dikumpulkan di rekening YKUS untuk donasi Aksi Bela Islam 411 dan 212.
Disisi lain, Bareskrim Polri juga telah menetapkan seorang pria berinisial IA (Islahudin Akbar) sebagai tersangka dalam kasus dugaan TPPU YKUS.
Bachtiar disangka melanggar Pasal 70 juncto Pasal 5 ayat (1) UU Nomor 16/2001 tentang Yayasan sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 28/2004 atau Pasal 374 KUHP juncto Pasal 372 KUHP atau Pasal 378 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 KUHP atau Pasal 49 ayat (2) huruf b UU Nomor 10/1998 tentang Perbankan atau Pasal 63 ayat (2) UU Nomor 21/2008 tentang Perbankan Syariah dan Pasal 3 dan Pasal 5 dan Pasal 6 UU Nomor 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil