Ketua Umum PB Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Saddam Jihad, mengaku pihaknya bersama kelompok Cipayung plus sudah mengeluarkan surat terbuka kepada TKN 01 dan BPN 02 untuk berbicara mengenai persatuan nasional. Menurutnya, ajakan people power hanya akan membangun konstruksi dan dikotomi politik.
"Karena kalau misalkan dengan kondisi yang sekarang, saya cek ke anak-anak muda dan lain sebagainya, ini ruang publik untuk berbicara people power akhirnya banyak sekali dikanalisasi secara politik. Ini yang berbahaya," kata Saddam usai diskusi polemik MNC Trijaya FM di Kawasan Menteng, Jakarta, Sabtu (11/05/2019).
Baca Juga: People Power Menyesatkan?
Saddam mengaku, pihaknya bersama kelompok juga membangun people power. Namun people power untuk 2030 dan 2045, yakni menyiapkan generasi muda bukan saja berperan di wilayah politik, melainkan pembangunan nasional yang berkelanjutan.
Kata Saddam, bicara people power hari ini, maka pihaknya tak membantah bahwa gerakan tersebut sarat kepentingan politik.
"Momentum yang dibangun adalah momentum kepemiluan, momentum yang persoalan politik dan lain sebagainya, dan ini sangat potensial menggiring opini antara 01 dan 02," ujarnya.
Saddam juga tak menampik, bahwa belakangan ini istilah people power semakin menguat disuarakan kelompok tertentu. Namun people power itu tak memiliki keberagaman yang disebutnya berbeda dari people power yang terjadi pada saat reformasi 98.
Baca Juga: Sebarkan Provokasi People Power di FB, Dosen Diciduk Polisi
Di sisi lain, bicara fragmentasi politik hari ini, kata Saddam, seluruh parpol dianggap sudah selesai karena semua berbicara masalah persatuan nasional sehingga patut diduga people power bisa lahir dari luar koalisi parpol.
"Nah jangan-jangan ada koalisi yang nonpartai yang berbicara soal people power. Ini yang kemudian tereduksi nilai demokrasi kita," ucap dia.
"Ayo kita sama-sama. Anak mudah jangan mau dikapitalisasi secara ideologi," tandasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Lestari Ningsih