Valuasi adalah nilai ekonomi dari sebuah bisnis, sedangkan startup adalah bisnis baru yang berpotensi untuk berkembang pesat dan bertujuan untuk mengisi celah di pasar dengan mengembangkan dan menawarkan produk, proses, atau layanan baru dan unik, tetapi masih mengatasi masalah.
Oleh karena itu, bisa ditarik kesimpulan, definisi dari valuasi startup adalah nilai ekonomi yang dimiliki bisnis baru yang di kemudian hari berpeluang untuk berkembang pesat. Intinya, apabila ada sebuah perusahaan yang memiliki valuasi Rp1 miliar, itu artinya siapa pun yang ingin mengakuisisi penuh perusahaan tersebut harus mempersiapkan uang minimal Rp1 miliar.
Baca Juga: 4 Faktor yang Pengaruhi Valuasi Startup
Merangkum dari berbagai sumber, angka valuasi itu biasanya dijadikan acuan untuk mengukur seberapa besar potensi bisnis sebuah perusahaan. Dengan begitu, bagi setiap pemilik startup, penting halnya untuk menghitung nilai valuasinya guna menentukan harga jual startup apabila terjadi merger atau ada perusahaan lain yang tertarik mengakuisisinya.
Apa yang memengaruhi valuasi startup?
Berdasarkan keterangan yang dikutip dari laman Upcounsel (14/5/2019), penentu valuasi startup dibagi menjadi dua faktor, yakni faktor positif dan faktor negatif. Untuk lebih jelasnya, berikut penjabarannya:
Faktor Positif
Traksi - Salah satu faktor terbesar untuk membuktikan penilaian adalah menunjukkan bahwa perusahaan Anda memiliki pelanggan. Jika Anda memiliki 100.000 pelanggan, Anda memiliki peluang bagus untuk mengumpulkan $1 juta.
Reputasi - Jika pemilik startup memiliki rekam jejak dengan ide-ide bagus atau menjalankan bisnis yang sukses, atau produk, prosedur atau layanan sudah memiliki reputasi yang baik, startup lebih mungkin mendapatkan penilaian yang lebih tinggi, bahkan jika tidak ada daya tarik.
Baca Juga: Disuntik Softbank, Valuasi Grab Makin Gendut
Prototipe - Prototipe apa pun yang dimiliki bisnis yang menampilkan produk atau layanan akan membantu.
Penghasilan - Lebih penting untuk memulai bisnis ke bisnis daripada memulai konsumen, tetapi aliran pendapatan, seperti mengisi daya pengguna akan membuat perusahaan lebih mudah menilai.
Penawaran dan Permintaan - Jika ada lebih banyak pemilik bisnis yang mencari uang daripada investor yang mau berinvestasi, ini dapat memengaruhi penilaian bisnis Anda. Ini juga termasuk keputusasaan pemilik bisnis untuk mendapatkan investasi, dan keinginan investor untuk membayar premi.
Saluran Distribusi - Jika startup menjual produknya penting, jika Anda mendapatkan saluran distribusi yang baik, nilai startup akan lebih cenderung lebih tinggi.
Hotness of Industry - Jika industri tertentu sedang booming atau investor populer lebih cenderung membayar premi, berarti startup Anda akan lebih bernilai jika jatuh di industri yang tepat.
Faktor Negatif
Industri Buruk - Jika sebuah startup berada dalam industri yang baru-baru ini menunjukkan kinerja buruk, atau mungkin sedang sekarat.
Margin Rendah - Beberapa startup akan berada di industri, atau menjual produk yang memiliki margin rendah, membuat investasi kurang diminati.
Baca Juga: Gile! Berusia 27 Tahun, Wanita Ini Berhasil Dirikan Startup Valuasi $1 Miliar
Persaingan - Beberapa sektor industri memiliki banyak persaingan, atau bisnis lain yang telah memojokkan pasar. Startup yang mungkin bersaing dalam situasi ini cenderung menunda investor.
Management Not Up To Scratch - Jika tim manajemen startup tidak memiliki track record atau reputasi, atau posisi kunci tidak ada.
Produk - Jika produk tidak berfungsi, atau tidak memiliki daya tarik dan sepertinya tidak populer atau ide yang bagus.
Keputusasaan - Jika pemilik bisnis mencari investasi karena mereka hampir kehabisan uang tunai.
Cara menghitung valuasi startup
Metode perhitungan valuasi startup dan valuasi bisnis konvensional sebenarnya serupa, hanya saja karena startup merupakan perusahaan rintisan yang masih memiliki sedikit atau bahkan tidak ada pendapatan dan keuntungan dan masih tidak stabil, maka perlu ada sedikit penyesuaian.
Dengan bisnis konvensional, menghitung valuasinya mungkkin ebih mudah karena telah menerima pendapatan tetap. Dengan begitu, Anda harus menghargai perusahaan sebagai kelipatan dari penghasilan mereka sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA).
EBITDA paling baik ditunjukkan dengan rumus: EBITDA = Laba Bersih + Bunga + pajak + Depresiasi + Amortisasi.
Contoh perhitungan:
Jika perusahaan menghasilkan pendapatan $1.000.000 dan biaya produksi $400.000 dengan $200.000 dalam biaya operasi, serta biaya penyusutan dan amortisasi $100.000 yang meninggalkan laba operasi $300.000.
Baca Juga: Tokopedia Tak Berniat IPO Meski Valuasi Tembus Rp100 Triliun, Alasannya?
Lalu, biaya bunga sebesar $50.000 yang mengarah ke pendapatan sebelum pajak $250.000. Dengan tarif pajak 20 persen, laba bersih menjadi $200.000. Dengan EBITDA Anda akan menambahkan laba bersih $200.000 ke pajak dan bunga untuk mendapatkan penghasilan operasional $300.000 dan menambahkan pada biaya penyusutan dan amortisasi $100.000 yang memberi Anda penilaian perusahaan sebesar $400.000.
Untuk menghitung valuasi bisnis konvensional, hal-hal berikut biasanya ikut dipertimbangkan:
-Nilai perusahaan di bursa saham (market cap).
-Nilai dari jenis saham lain yang dimiliki perusahaan (misal: saham preferen, minority interest).
-Utang perusahaan.
-Uang tunai yang dimiliki perusahaan.
Jadi, valuasi bisa didapatkan dengan cara: Valuasi = (Nilai Saham + Utang) - Uang Tunai
Namun, untuk startup yang belum berpenghasilan, pemilik perusahaan biasanya akan turut mempertimbangkan:
-Jumlah dan nominal transaksi;
-Jumlah pengguna;
-Teknologi produk;
-Kualitas tim;
-Kompetitor.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Clara Aprilia Sukandar
Editor: Clara Aprilia Sukandar
Tag Terkait: