Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Rumah Belajar JICT Berikan Ketrampilan Bisnis ke Siswanya

Rumah Belajar JICT Berikan Ketrampilan Bisnis ke Siswanya Kredit Foto: Ist
Warta Ekonomi, Jakarta -

Jakarta International Container Terminal (JICT) memiliki program Rumah Belajar di Koja, Jakarta Utara yang memberikan program penyetaraan Kejar Paket C (SMA). Zainal Abidin, Koordinator Program Rumah Belajar dari Yayasan Jala Samudra Mandiri, pengelola yang mendapat amanat JICT untuk menjalankan program Rumah Belajar menjelaskan, selain program kesetaraan mata pelajaran umum, di tempatnya juga terdapat berbagai program keterampilan praktis yang bertujuan mengajarkan siswa didik untuk mandiri usai menyelesaikan paket penyetaraan. 

 

“Di Rumah Belajar JICT terdapat program keterampilan perakitan dan reparasi komputer, pengolahan gambar dengan program Photoshop, keterampilan menyablon, hingga pelatihan wirausaha yang mendorong siswa untuk menjual produknya kepada masyarakat. Tujuan kita agar anak didik kita, yang umumnya berasal dari keluarga yang kurang mampu, bisa menjadi lulusan yang mandiri selain siap untuk meneruskan pendidikan ke tahap selanjutnya,” ujar Zainal.

 

Zainal menerangkan, Yayasan Jala Samudra Mandiri kini mengelola 3 Rumah Belajar JICT yang berlokasi di Kecamatan Koja, Cilincing dan Tanjung Priok, seluruhnya di Jakarta Utara, dengan ditenagai oleh 8 tutor di setiap unitnya. 

 

Fasilitas yang tersedia pun lengkap tersedia seperti ruang kelas, meja belajar, papan tulis, alat tulis, plus 10 unit computer yang bisa dipakai praktik siswa serta berbagai peralatan pelajaran keterampilan maupun buku pelengkap mata pelajaran umum. 

 

“Fasilitas kita bisa lengkap karena seluruhnya dibiayai JICT. Kita sekarang mengelola 3 Rumah Belajar dan 15 kelas jauh. Sejak berdiri di 2007, total sudah 7 ribu lebih penerima manfaat Rumah Belajar JICT,” ungkap Zainal.

 

Arifin Effendi (23 tahun) alumni  program penyetaraan Kejar Paket C (SMA) di Rumah Belajar JICT ini telah menjadi pengusaha sablon dan percetakan usai meraih ijasah SMA dari program penyetaraan Kejar Paket C itu. 

 

“Saya masih ingat, tutor saya ngomong begitu ketika kami sedang belajar keterampilan wirausaha. Saya jadi mantap berbisnis sendiri setelah selesai Paket C,” ujar Arifin, sapaannya, ketika ditemui di kios sederhana berukuran 2,5 x 2 meter persegi yang menjadi markas bisnisnya di Jakarta Utara. 

 

Arifin pun tanpa ragu terus mengembangkan sayap bisnisnya. Melihat banyaknya pesanan produk cetakan yang datang, dirinya pun mengembangkan lini produknya ke produk percetakan seperti neon box, stiker, brosur, surat undangan dan lain sebagainya. “Saya pikir kalau tidak diambil peluangnya, sayang sekali,” ujarnya. 

 

Arifin mengaku, dirinya mantap berbisnis setelah mengikuti program penyetaraan paket C di Rumah Belajar Koja, Jakarta Utara selama tiga tahun dari 2013-2016. Saat bersekolah di Rumah Belajar binaan Jakarta International Container Terminal (JICT) itulah dirinya mendapat banyak ilmu keterampilan hingga latihan wirausaha. 

 

Arifin, mengaku awalnya minder belajar di Program Paket C, bukannya di SMA formal seperti teman-temannya yang lain. Namun, suasana belajar yang demikian nyaman, pembawaan tutor-tutor (guru) yang akrab hingga atmosfir kekeluargaan yang kental di Rumah Belajar JICT Koja membuat perasaan negatif itu hilang tanpa bekas. Ditambah lagi di Rumah Belajar Arifin bisa menyalurkan bakat kreatifnya. Arifin mengaku sejak kecil memang suka membuat aneka kerajinan tangan. 

 

“Saya dari kecil suka bikin-bikin apapun sendiri. Kotak tisu dari bahan flannel, dompet, souvenir, bros, bingkai foto, apapun,” ujarnya sumringah. 

 

Kreativitasnya pun tersalurkan di Rumah Belajar JICT Koja, lantaran di sana juga mengajarkan program keterampilan, selain program kesetaraan mata pelajaran umum seperti lazimnya yang diajarkan di sekolah formal. 

 

Dengan tekad kuat yang disertai dengan kerja keras Arifin pun kini mantap berbisnis sablon dan percetakan. Kunci sukses bisnisnya menurutnya adalah berani capek, berani malu, dan berani ambil risiko. 

 

“Sering kali tidur cuma beberapa jam bahkan tidak tidur 2 hari untuk mengejar target penyelesaian sablon. Lalu harus berani jualan ke teman-teman, komunitas siapapun. Juga berani ambil risiko investasi di peralatan dan tempat usaha,” tegas Arifin  yang menempati lokasi usahanya sejak 9 bulan silam dengan modal sewa kios senilai Rp 10 juta per tahun. 

 

Ke depan dirinya berencana memasuki bisnis konveksi. Diakuinya saat ini dirinya tengah mengumpulkan modal untuk membeli mesin jahit, bordir, mesin potong dan lainnya. “Sekarang lagi menabung untuk beli peralatannya. Saya yakin pasti bisa buka konveksi,” tegas Arifin, dengan optimisme yang membara. 

 

 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Annisa Nurfitri

Bagikan Artikel: