Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Upaya dan Strategi Mewujudkan Desa Sejahtera Mandiri

Upaya dan Strategi Mewujudkan Desa Sejahtera Mandiri Kredit Foto: Antara/Dedhez Anggara
Warta Ekonomi, Jakarta -

Mengutip tulisan Ayi Sumarna tentang Desa Ciburial, terkait kerangka konsep yang dikeluarkan oleh Direktorat Pemberdayaan Keluarga dan Kelembagaan, Kementerian Sosial, pengertian Desa Sejahtera Mandiri adalah Desa Sejahtera Mandiri atau Masyarakat Sejahtera Mandiri yakni desa yang mampu menghasilkan produk yang berdaya saing, lembaga sosial yang aktif, tingkat partisipasi, dan keswadayaan masyarakat tinggi dan masyarakat miskin terlibat aktif dalam rantai produksi.

Konsep Desa Sejahtera Mandiri mengandaikan adanya sebuah konstruksi pemikiran yang menempatkan "Desa" pada posisi subjek, organisasi sosial yang harus diberi kepercayaan penuh oleh "orang luar" untuk mengatur dirinya, dengan kekuatan dan modal yang ada pada dirinya. Konsep "Desa Sejahtera Mandiri” membutuhkan "cara pandang lain" tentang desa.

Desa perlu dipandang sebagai entitas sosial (kolektif) yang memiliki karakter sosiologis, ekonomis, kultural, dan ekologis yang khas (spesifik) jika dibandingkan misalnya dengan "kota". Cara pandang ini memandang bahwa desa merupakan tempat di mana kenyamanan, keharmonisan, kerukunan, kedamaian, dan ketenteraman, terjaga sehingga bukan harus bersifat stereotipe. Desa merupakan tempat di mana segala bentuk ketertinggalan berada. Cara pandang etik (orang luar) terhadap desa, dengan menempatkan kriteria kemajuan (sukses dan sejahtera) atas dasar nilai-nilai formal material, harus diuji dan disinkronkan dengan cara pandang emik (local view orang desa) yang memandang nilai-nilai material (materi) bukan segalanya.

Ciri-Ciri dan Sasaran Desa Sejahtera Mandiri

Secara umum Desa Sejahtera Mandiri dicirikan antara lain oleh

1. Kemampuan desa mengurus dirinya sendiri dengan kekuatan yang dimilikinya;

2. Pemerintah desa memiliki kewenangan dalam mengatur dan mengelola pembangunan yang didukung oleh kemandirian dalam perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan pembangunan (desa bisa merencanakan, menganggarkan, dan melaksanakan pembangunan dan pengawas hasil pembangunan untuk kesejahteraan warga desanya);

3. Sistem pemerintahan desa menjunjung tinggi aspirasi dan partisipasi warga desa, termasuk warga miskin, perempuan, kaum muda, kaum difabel, penyandang masalah sosial, dan warga yang termarginalkan lainnya;

4. Sumber daya pembangunan dikelola secara optimal transparan dan akuntabel untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya demi kesejahteraan sosial seluruh warganya.

Adapun sasaran Desa Sejahtera Mandiri adalah membaiknya kinerja pembangunan di pedesaan, meningkatnya koordinasi antar-instansi terkait di semua level pemerintahan dalam pembangunan di pedesaan, meningkatnya keterlibatan aparat desa dan masyarakat dalam pembangunan di pedesaan, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan rumah tangga melalui pengembangan usaha produktif di pedesaan, meningkatnya pengelolaan pembangunan desa secara terpadu berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Dasar dan Instrumen Hukum yang Melandasi Terwujudnya Desa Mandiri dan Sejahtera

Program Pengembangan Desa Sejahtera Mandiri adalah program dari Kementerian Sosial (kini juga Kementerian Desa) Republik Indonesia. Program ini di-launching pada tahun 2014 seiring dengan kebijakan Presiden Joko Widodo tentang pembangunan Desa melalui Launching Gerakan Desa, Gerakan Pembangunan Desa semesta yang diperkuat dengan terbitnya Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Pengembangan model Desa Sejahtera Mandiri mengakomodir empat dari sembilan prioritas program pembangunan tahun 2015-2019 yang ada pada Nawa Cita. Keempat program dimaksud meliputi (3) membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan; (5) meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat Indonesia; (8) melakukan revolusi karakter bangsa; dan (9) memperteguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia.

Arah kebijakan dari program Nawa Cita (3) membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.

UU Desa merupakan instrumen hukum untuk mencapai kesejahteraan masyarakat dan kemandirian desa. Desa di sini adalah: desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, (selanjutnya disebut desa), adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Upaya pemerintah mewujudkan Desa Sejahtera dan Mandiri merupakan strategi membangun ekonomi pinggiran yang memungkinkan warga desa dan kelompok masyarakat miskin di desa memperoleh apa yang mereka inginkan dan perlukan bagi dirinya maupun keluarganya. Strategi ini merupakan upaya untuk menolong mereka yang mencari dan menggantungkan kehidupan di desa untuk memperoleh lebih banyak manfaat dari hasil pembangunan.

Beberapa Faktor Pembangunan Desa Sejahtera Mandiri

Prof. Dr. Rahardjo Adisasmita, M.Ec, dalam bukunya yang berjudul Pertumbuhan Wilayah dan Wilayah Pertumbuhan mengemukakan bahwa dalam pembangunan suatu wilayah, termasuk desa terdapat beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan, yaitu

a. Pemanfaatan sumber daya alam (SDA) dan sektor-sektor potensial secara produktif, efisien, dan efektif;

b. Pembangunan infrastruktur dan sarana pembangunan secara merata ke seluruh bagian wilayah;

c. Peningkatan kemampuan sumber daya manusia (SDM) sebagai insan pembangunan;

d. Penataan dan pemanfaatan tata ruang pembangunan secara optimal.

Dalam menentukan strategi pembangunan suatu daerah maka harus disesuaikan dengan program-program yang akan dilaksanakan. Itulah sebabnya, strategi yang digunakan oleh satu daerah (atau desa) dengan daerah (atau desa) lainnya berbeda karena menyesuaikan program dan potensi yang ada. Menurut Blakely dikutip oleh Mudrajad Kuncoro dalam bukunya yang berjudul Otonomi dan Pembangunan Daerah, dalam memilih strategi pembangunan daerah harus memperhatikan tiga aspek yaitu penentuan tujuan dan kriteria, penentuan kemungkinan-kemungkinan tindakan, dan strategi penyusunan target strategis.

Oleh karena itu, dibutuhkan strategi yang tepat dalam pembangunan untuk mewujudkan daerah yang mandiri.

Terdapat sejumlah alternatif yang dapat ditempuh untuk mewujudkan Desa Sejahtera dan Mandiri sebagai manifestasi UU Nomor 6/2014 tentang Desa, yaitu

a. Melaksanakan pemetaan potensi desa dan jaringan pasar yang dapat dikelola untuk menjadi sumber ekonomi desa dan ekonomi masyarakat;

b. Menerapkan metode pembinaan dan pembimbingan atau pendampingan langsung untuk melaksanakan percepatan pembangunan dalam aspek sosial budaya, penguatan kapasitas pemerintah desa dan penataan administrasi pemerintah desa;

c. Membangun sinergitas antara perencanaan pembangunan desa dengan perencanaan daerah dan perencanaan nasional;

d. Membangun tata kelola desa menjadi organisasi modern yang berbasis kultural desa.

Sedangkan menurut Borni Kurniawan dalam Buku 5 Desa Mandiri, Desa Membangun terdapat empat strategi yang dapat dilakukan untuk mewujudkan Desa Mandiri

a. Membangun kapasitas warga dan organisasi masyarakat sipil di desa yang kritis dan dinamis. Keduanya merupakan modal penting bagi desa untuk membangun kedaulatan dan titik awal terciptanya komunitas warga desa yang nantinya akan menjadi kekuatan penyeimbang atas munculnya kebijakan publik yang tidak responsif terhadap masyarakat;

b. Memperkuat kapasitas pemerintahan dan interaksi dinamis antara organisasi warga dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Menguatnya kapasitas pemerintah desa tentu tidak hanya tercermin pada kemampuan teknokratis aparatur desa dalam membuat perencanaan program atau kegiatan pembangunan. Tetapi, tercermin pula pada peran Badan Permufakatan Desa (BPD) yang membangun proses perumusan dan pengambilan kebijakan dinamis. Keterpaduan interaksi yang dinamis antara organisasi warga desa dengan pemerintah desa juga tercermin dalam berbagai inisiatif lokal lainnya;

c. Membangun sistem perencanaan dan penganggaran desa yang responsif dan partisipatif. Menuju sebuah desa mandiri dan berdaulat membutuhkan sistem perencanaan yang terarah ditopang partisipasi warga yang baik. Sebelum Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa lahir, desa telah mengenal sistem perencanaan pembangunan partisipatif di mana acuan atau landasan hukumnya waktu itu adalah UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Kewajiban desa membuat perencanaan pembangunan dipertegas melalui PP Nomor 72 Tahun 2005 tentang Pemerintahan Desa sebagai regulasi teknis turunan dari UU Nomor 32 Tahun 2004 tersebut.

d. Membangun kelembagaan ekonomi lokal yang mandiri dan produktif. Saat ini banyak sekali tumbuh inisiatif desa membangun keberdayaan ekonomi lokal;

Langkah dan Strategi Mewujudkan Desa Mandiri dan Sejahtera

Keberhasilan di bidang ekonomi tidak lepas dari kemampuan desa membangun perencanaan yang konsisten, partisipatif, dan disepakati dalam dokumen perencanaan dan penganggaran desa (RPJMDesa atau Rencana Kerja Pemeritah Desa dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa). Keberhasilan pembangunannya dapat dilihat dari pertumbuhan di setiap sektornya. Untuk melihat seberapa berhasil sebuah pembangunan maka perlu tolok ukur dari indikator yang telah ditetapkan. Kemandirian suatu desa tidak terlepas dari tingkat kesejahteraan masyarakatnya.

Seperti dalam penentuan kesejahteraan keluarga, BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) menggunakan 23 indikator, yaitu dilihat dari tingkat religisitas, kemandirian, perekonomian, kondisi rumah, dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dan lain sebagainya. Lebih lengkapnya, dapat dikatakan Desa Sejahtera Mandiri apabila memilki tiga indeks di dalamnya yaitu indeks ketahanan sosial, ketahanan ekonomi, dan ketahanan ekologi. Setiap indeks memiliki dimensi dan indikatornya masing-masing.

Mewujudkan Desa Sejahtera perlu langkah-langkah strategis yang terencana, terarah, dan terukur, sehingga memudahkan monitoring perkembangan dan kemajuannya. Strategi untuk mewujudkan Desa Sejahtera Mandiri diawali dengan terbitnya UU Desa, yang memiliki paradigma baru dengan konsep desa membangun. Konsep desa membangun berarti kekuatan untuk membangun desa bersumber pada kekuatan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri.

Berbeda dengan konsep membangun desa berdasarkan pengalaman sebelumnya bahwa membangun desa dilakukan dengan menggunakan kekuatan-kekuatan supra desa. Pengaturan tentang desa berdasarkan UU Nomor 6 Tahun 2014 harus menjadi pemahaman semua kalangan, baik pemerintah desa, masyarakat, termasuk supra desa itu sendiri. UU Desa memiliki tujuan

1. Memberikan pengakuan dan penghormatan atas desa yang sudah ada dengan keberagamannya sebelum dan sesudah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia;

2. Memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas desa dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia demi mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia;

3. Melestarikan dan memajukan adat, tradisi, dan budaya masyarakat desa;

4. Mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat desa untuk pengembangan potensi dan aset desa guna kesejahteraan bersama;

5. Membentuk pemerintahan desa yang profesional, efisien dan efektif, terbuka, serta bertanggung jawab;

6. Meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat desa guna mempercepat perwujudan kesejahteraan umum;

7. Meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat desa guna mewujudkan masyarakat desa yang mampu memelihara kesatuan sosial sebagai bagian dari ketahanan nasional;

8. Memajukan perekonomian masyarakat desa serta mengatasi kesenjangan pembangunan nasional; dan

9. Memperkuat masyarakat desa sebagai subjek pembangunan

Membangun Dengan Pendekatan Partisipatif

Memberikan pemahaman tentang substansi UU Desa kepada seluruh pemangku kepentingan yang sudah memiliki pemahaman sebelumnya, tidak mudahlah. Dikarenakan budaya lama sudah tertanam, sementara budaya baru belum. Untuk itu, perlu upaya-upaya persuasif dengan pendekatan partisipatif. Pendekatan partisipatif penting dilakukan untuk mendorong masyarakat desa terlibat aktif dalam perumusan kebijakan pembangunan desa. Pembangunan partisipatif dilakukan sebagai upaya mempercepat dan meningkatkan kualitas pelayanan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat desa dengan mengedepankan kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan.

Membangun keikutsertaan masyarakat dalam pembangunan harus dilakukan dengan mengubah paradigma "Membangun Desa" menjadi "Desa Membangun". Hal ini berarti ada aset desa yang harus digali, dikembangkan, dan menjadi energi sosial yang sangat bermanfaat bagi masyarakat, yaitu menumbuhkembangkan budaya dan nilai-nilai sosial desa seperti kegotongroyongan, kerelawanan, kesetiakawanan, keswadayaan masyarakat.

Pentingnya partisipasi ini didasarkan kepada pandangan bahwa dengan partisipasi masyarakat maka:

- Lebih banyak hasil kerja yang dicapai;

- Ada nilai dasar yang berarti bagi masyarakat karena menyangkut harga diri;

- Pelayanan dapat diberikan dengan biaya yang murah;

- Mendorong tanggung jawab sosial dan pekerjaan dilaksanakan dengan arah yang benar;

- Menghimpun dan memanfaatkan berbagai pengetahuan yang ada di masyarakat dengan memadukan berbagai keahlian;

- Membebaskan orang dari ketergantungan terhadap keahlian orang lain;

- Penguatan kelembagaan desa (pemerintah desa, BPD, dan kelembagaan yang ada di desa lainnya, serta kader pemberdayaan masyarakat) yaitu dengan memberikan kapasitas dan pemahaman tentang tugas dan tanggung jawab yang melekat pada setiap kelembagaan desa melalui sosialisasi pemahaman atas substansi dan tujuan UU Desa dan peraturan pelaksanaannya;

- Mendorong sistem perencanaan dan penganggaran desa yang responsif, partisipatif, akuntabel, dan transparan;

- Memberikan pemahaman tentang perencanaan, pelaksanaan dan monitoring pembangunan desa, pengelolaan keuangan desa serta pelayanan publik melalui fasilitasi, pelatihan, dan pendampingan;

- Menyiapkan data dan informasi desa yang digunakan sebagai acuan bersama perencanaan dan pembangunan desa.

Konsensus Nasional Mewujudkan Desa Sejahtera Mandiri

Mewujudkan Desa Sejahtera Mandiri adalah tujuan yang ingin dicapai. Diperlukan upaya yang terencana, terarah, dan terukur yang dilakukan secara bertahap dan sabar. Juga dukungan semua pihak, dengan menempatkan kekuatan internal desa sebagai faktor utama, dan supra desa sebagai pendorong.

Desa Sejahtera Mandiri pada akhirnya akan menjadi pilar utama bagi negara Indonesia yang kuat, maju, dan sejahtera. Dari penjelasan ini, untuk mewujudkan Desa Sejahtera dan Mandiri dapat ditempuh melalui berbagai upaya dan strategi agar warga desa dapat menikmati hasil dari pembangunan dan pengelolaan potensi daerah serta pemberdayaan masyarakat yang partisipatif untuk mencapai tujuan tersebut.

Berbagai upaya dan strategi lainnya yang lebih riil telah ditempuh untuk mencapai Desa Sejahtera Mandiri. Strategi membangun ekonomi desa telah dihasilkan melalui konsensus dari Rembug Nasional yang digelar Kemdes dengan melibatkan para kepala desa, kepala daerah dan sebanyak 114 LSM dari berbagai daerah.

Konsensus berhasil merumuskan sembilan strategi untuk membangun desa.

1. Pembaruan agraria dan penataan ruang yang berkeadilan harus menjadi landasan kebijakan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa;

2. Pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa harus berbasis pada keadilan sosial ekologis untuk menjamin keselamatan masyarakat dan keberlanjutan kawasan pedesaan;

3. Transformasi perekonomian desa harus diwujudkan melalui lumbung ekonomi desa. Caranya dengan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam produksi, distribusi, dan melindungi sumber daya ekonomi desa.

4. Partisipasi masyarakat yang berkualitas dan peningkatan kualitas demokrasi desa harus dijaga agar melahirkan kepemimpinan muda desa;

5. Dalam rangka mewujudkan desa inklusi, pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa harus memastikan keterlibatan dan memberikan manfaat kepada masyarakat miskin, kaum disabilitas, dan kelompok marjinal;

6. Pemerintah dan pemerintah daerah harus melaksanakan secara konsisten UU Desa melalui pengakuan, pemajuan, dan perlindungan hak-hak masyarakat hukum adat, untuk ditingkatkan menjadi desa adat;

7. Pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa harus menjamin akses perempuan desa terhadap sumber daya;

8. Pelayanan publik diselenggarakan dalam rangka pemenuhan hak-hak dasar masyarakat desa.

9. Untuk memajukan desa dan masyarakat desa, pemerintah bertanggung jawab terhadap penyediaan dan pemenuhan sistem informasi desa berbasis teknologi informasi secara merata dan berkeadilan.

Beberapa hal yang perlu dicermati

1. Kunci sukses untuk membangun ekonomi pinggiran dalam rangka mewujudkan Desa Mandiri dan Sejahtera adalah dengan mengimplementasikan UU Desa secara konsisten. Selain sebagai instrumen hukum, UU Desa ini harus menjadi panduan dan pedoman untuk melangkah menentukan strategi pembangunan suatu daerah;

2. Menurut UU Desa, konsep desa membangun sekarang berate kekuatan untuk membangun desa bersumber dari kekuatan yang dimiliki oleh masyarakat desa itu sendiri. Perangkat desa bersama warga desa harus memahami dan mampu memberdayakan kekuatan potensi desanya;

3. Saat ini, membangun desa yang efektif adalah melakukan pendekatan partisipatif dengan mengedepankan kebersamaan, kekeluargaan, kegotongroyongan;

4. Upaya dan strategi untuk mewujudkan Desa Mandiri Sejahtera harus lebih riil dan berdasarkan konsensus semua warga menikmati hasil pembangunan hasil pengelolaan potensi daerah dan pemberdayaan masyarakat yang partisipatif;

5. Pembangunan desa adalah seluruh kegiatan pembangunan yang berlangsung di desa dan meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, dilaksanakan secara terpadu dengan mengembangkan swadaya gotong royong. Implisit dalam konsep tersebut terkandung adanya syarat partisipasi murni masyarakat perdesaan dalam pembangunan sebagai subjek sekaligus sebagai objek pembangunan itu sendiri;

6. Partisipasi murni harus diartikan bahwa setiap pelaku ekonomi harus ikut serta dalam setiap tahap pembangunan desa sesuai dengan latar belakang, kemampuan, atau produktivitasnya dan keahlian masing-msing dengan dilandasi oleh rasa tanggung jawab dan tenggang rasa untuk kepentingan bersama. Pembangunan yang berorientasi pada unsur manusianya berarti pula mempersiapkan manusia untuk ikut aktif dalam proses pembangunan yang berkesinambungan (sustainable);

7. Upaya dan strategi yang diperlukan untuk mewujudkan Desa Mandiri Sejahtera antara lain;

a. Keterlibatan aktif kaum muda di setiap proses pembangunan desa;

b. Dukungan dan pengelolaan dana desa yang benar-benar transparan dan optimal;

c. Desa harus memiliki multiyears program desa sejahtera dan mandiri;

d. Desa harus memiliki peluang dan potensi usaha;

e. Kepala desa harus memiliki figur yang mumpuni dan bertalenta;

f. Desa didukung infrastruktur penunjang yang memadai;

g. Pengelolaan bumdesa yang optimal dan bermanfaat bagi warga desa.

Daftar Pustaka

Abe, Alexander. 2005. Perencanaan Daerah Partisipatif. Yogyakarta: Pustaka Jogja Mandiri.

Adi, Isbandia Rukminto. 2001. Pemberdayaa, Pengembangan Masyarakat, dan Intervensi Komunitas (Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis). Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Borni Kurniawan. Buku 5 Desa Mandiri, Desa Membangun, (Jakarta: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, Dan Transmigrasi Republik Indonesia, 2015), hlm. 23-47.

Mudrajad Kuncoro, Otonomi dan Pembangunan Daerah: Reformasi Perencanaan, Strategi dan Peluang, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2004), hlm. 49.

Suryanto, “Strategi Akselerasi Mewujudkan Desa Mandiri sebagai Manifestasi UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa”, Pusat Kajian Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Nomor: 003/DKK.PN/2017, (2017), hlm. 2.20

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Bagikan Artikel: