Remitansi yang dihasilkan para pekerja migran mampu menjalankan roda perekonomian. Berdasarkan data dari Bank Dunia, total remitansi pekerja migran Indonesia pada 2016 mencapai US$8,9 miliar atau sama dengan Rp118 triliun. Jumlah ini setara dengan 1% dari PDB Indonesia. Melihat potensi ini, pemerintah sebaiknya mengevaluasi pemberlakuan moratorium.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Mercyta Jorsvinna Glorya mengatakan, remitansi yang dikirim ke desa-desa berdampak signifikan bagi pertumbuhan inklusif dan memberikan kesempatan bagi desa tersebut untuk berkembang. Melalui remitansi yang dikirimkan, para pekerja migran juga berkesempatan memberikan kehidupan yang layak untuk keluarga dan berkontribusi bagi pembangunan desanya.
Baca Juga: Muamalat Teken MoU Remitansi dengan Al Rajhi Bank Malaysia
"Remitansi dari pekerja migran ini mampu menopang kebutuhan hidup masyarakat prasejahtera yang tersebar di banyak wilayah di Indonesia. Uang remitansi digunakan untuk konsumsi rumah tangga, pendidikan, wirusaha, dan juga biaya kesehatan," jelas Mercyta melalui siaran pers, Kamis (23/5/2019).
Melihat fakta tersebut, pemerintah mesti meninjau ulang pemberlakuan moratorium pengiriman pekerja migran ke 19 negara Timur Tengah. Berdasarkan data dari Kementerian Tenaga Kerja, remitansi yang dihasilkan dari wilayah Timur Tengah mencapai US$2,9 miliar pada 2014. Diberlakukan sejak 2015, kebijakan ini mengakibatkan kerugian besar hingga US$3 miliar atau Rp37 triliun.
Mercyta mengatakan, dengan diberlakukannya kebijakan ini, maka sama saja akan mendorong para calon pekerja migran untuk menempuh cara ilegal. Hal ini akan membuat mereka rawan menjadi korban perdagangan manusia atau berbagai bentuk kejahatan lainnya.
"Rekomendasi ini tidak semata memikirkan keuntungan secara ekonomi. Pemerintah juga perlu memperbaiki prosedur dan sistem. Pemerintah harus membuat proses pendaftaran dan keberangkatan menjadi lebih sederhana dan mudah. Pemerintah juga harus meringankan beban ekonomi para calon pekerja migran dengan tidak menetapkan biaya yang terlalu tinggi untuk pendaftaran dan waktu pelatihan yang terlalu lama," jelas Mercyta.
Baca Juga: Penerimaan Remitansi di 2019 Berpotensi Meningkat
Dengan prosedur yang lebih sederhana dan tidak berbelat-belit, para calon pekerja migran diharapkan akan memilih jalan legal ketimbang ilegal. Hal ini juga akan memudahkan proses pengawasan dan pemantauan selama mereka bekerja di negara tujuan dan juga turut memaksimalkan upaya perlindungan kepada mereka.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: