Skema ponzi merupakan konsep investasi yang digagas dan dikembangkan oleh seseorang berkebangsaan Italia, yakni Charles Ponzi pada tahun 1920. Skema ini merupakan penipuan investasi di mana klien dijanjikan untung besar tanpa risiko. Perusahaan yang terlibat dalam skema ponzi memusatkan seluruh energinya untuk menarik klien baru guna melakukan investasi.
Seperti yang dituangkan dalam laman Investopedia (17/7/2019), investasi dengan skema ponzi pada dasarnya murni perputaran uang dari anggotanya sendiri. Skema ponzi mengandalkan aliran investasi baru yang konstan untuk terus memberikan pengembalian kepada investor yang lebih dulu. Apabila aliran habis, skema tersebut akan berantakan.
Baca Juga: Investasi Bodong Makin Marak, Hindari dengan Cara Ini!
Mekanismenya, pengelola atau owner perusahaan yang mempraktikkan skema Ponzi ini membujuk investor baru dengan menawarkan keuntungan lebih tinggi dalam waktu singkat. Untuk memberikan kesan kredibel dan bonafide kepada para investor dan calon investornya, owner tak ragu menyiapkan fasilitas-fasilitas ‘bodong’, seperti kantor sewaan, produk investasi fiktif, dan lainnya. Begitu calon investor percaya, maka mereka akan dengan mudah menanamkan modalnya pada investasi bodong yang ditawarkan.
Untuk mengetahui ciri-ciri skema ponzi, berikut karakteristik yang umumnya terjadi:
1. Dijamin janji pengembalian tinggi dengan sedikit risiko;
2. Aliran pengembalian yang konsisten terlepas dari kondisi pasar;
3. Investasi yang belum terdaftar di Securities and Exchange Commission (SEC);
4. Strategi investasi yang dirahasiakan atau digambarkan terlalu rumit untuk dijelaskan;
5. Klien tidak diizinkan untuk melihat dokumen resmi untuk investasi mereka;
6. Klien menghadapi kesulitan mengeluarkan uang mereka.
Contoh bisnis dengan skema Ponzi di Indonesia
Baca Juga: Bukan Jebakan Batman, Ini Jebakan Pinjaman 'Rentenir' Online
Praktik investasi bodong dengan skema ponzi terjadi di banyak negara, termasuk Indonesia. Bukan hanya baru-baru ini, tetapi kasus investasi bodong di Indonesia sudah ada sejak tahun 1990-an. Berikut beberapa contoh bisnis dengan skema Ponzi yang ada di Indonesia:
First Travel Anugerah Karya Wisata
Siapa yang tak tahu PT First Travel Anugerah Karya Wisata yang lebih dikenal publik dengan nama First Travel? Perusahaan yang bergerak di bidang biro perjalanan dan umrah ini belakangan diketahui menggunakan skema ponzi dalam menjalankan bisnisnya.
Kasus First Travel menjadi sorotan publik setelah banyak jamaah umrah yang tidak jadi diberangkatkan padahal sudah membayar. Bisnis biro perjalanan dan umrah First Travel ini diminati karena menawarkan paket promo umrah dengan harga murah.
Benar saja, First Travel mematok harga paket umrah sebesar Rp14,3 juta, sedangkan standar biaya umrah yang ditetapkan oleh Kementerian Agama sebesar Rp21–22 juta. Pantas jika masyarakat tergiur dengan bisnis umrah First Travel ini.
Jika investasi dengan skema Ponzi umumnya menawarkan keuntungan yang tinggi dalam waktu singkat, skema Ponzi yang dimainkan First Travel sedikit berbeda. Tidak memberikan keuntungan, melainkan menawarkan harga paket umrah yang begitu murah. Ternyata, kekurangan dari biaya umrah ditutup dari dana jamaah lain yang mendaftar belakangan.
Baca Juga: Waspadalah! Ratusan Fintech Ilegal dan Investasi Bodong Menjamur, Cek Daftarnya!
Kegagalan memberangkatkan jamaah umrah menguak kebobrokan bisnis First Travel, di mana dana jamaah digunakan untuk membeli aset pribadi, seperti rumah dan mobil mewah serta membiayai gaya hidup mewah sang pemilik perusahaan, yaitu Andika Surrachman dan Anniesa Hasibuan yang merupakan pasangan suami istri. Kasus penipuan ini berakhir dengan vonis penjara masing-masing selama 20 dan 18 tahun serta denda sebesar Rp10 miliar.
Abu Tours
Sejenis dengan kasus First Travel di atas, Abu Tours juga menjalankan bisnis umrah dan travel. Bisnis umrah murah menjadi bagi daya tarik bagi 80 ribu nasabah yang terdaftar di travel Abu Tour. Konon, kerugian nasabah Abu Tours lebih besar daripada kasus First Travel.
Pandawa Group
Satu lagi contoh bisnis skema ponzi di Indonesia, yaitu Pandawa Group. Bisnis ini berhenti setelah Dumeri atau Salman Nuryanto sebagai pemilik ditangkap polisi dan divonis hukuman penjara selama 15 tahun dan denda Rp200 miliar rupiah.
Kisah Pandawa Group bermula dari saat usaha bubur ayam milik Dumeri bernama Pandawa meraup untung besar. Dumeri meminjam uang kepada Hj. Ridwa sebesar Rp10 juta dan menjanjikan akan mengembalikan uang tesebut beserta bunganya sebesar 10%.
Baca Juga: Mau Cepat Kaya? Jangan Gegabah! Awas Investasi Bodong Merajalela
Melihat peluang ini, Dumeri mulai menjalankan bisnisnya dengan meminjam uang atau menghimpun dana dari orang-orang. Ia berjanji akan memberikan keuntungan sebesar 10% bagi siapapun yang mau berinvestasi pada bisnisnya. Bisnis ini mulai berjalan pada tahun 2015 hingga akhirnya timbul kecurigaan dari para investornya.
Melihat hal ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta Dumeri mengembalikan seluruh dana yang telah ia himpun. Sayangnya Dumeri malah mengabaikan OJK. Polisi pun menangkap Dumeri dan di vonis bersalah.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Clara Aprilia Sukandar
Editor: Clara Aprilia Sukandar
Tag Terkait: