DPR diminta tak terburu-buru mengesahkan RUU Keamanan dan Ketahanan Siber (Kamtansiber) menjadi Undang-Undang karena masih banyak kelemahan dalam UU tersebut.
Baca Juga: Kenapa Kekacauan Hidup Pribadi dan Pekerjaan Bisa Jadi Masalah Keamanan Siber?
Pengamat dari IndoTelko Forum Doni Ismanto Darwin menyarankan agar RUU Kamtansiber dibahas oleh kabinet dan anggota DPR periode mendatang.
“Idealnya RUU ini dibahas lagi dan jangan buru-buru disahkan karena semangatnya masih konvensional tak kekinian. karena yang akan menjalani nantinya kan untuk masa depan,” kata Doni dalam keterangannya kepada wartawan, Selasa (30/7/2019).
Awal Juli 2019, DPR resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Keamanan dan Ketahanan Siber sebagai RUU inisiatif DPR.
Hal ini diputuskan dalam Rapat Paripurna ke-157 Masa Sidang V tahun 2018-2019. Namun pembahasannya menunggu Surat Presiden (Surpres) untuk mengutus menteri atau pimpinan lembaga untuk membahas bersama DPR.
Doni mengatakan, masih banyak hal harus diluruskan dalam draft RUU Keamanan dan Ketahanan Siber yang beredar.
Dia mencontohkan, tentang definisi kamtansiber yang terlalu luas dan tidak jelas nantinya akan membebani industri dan regulator.
“Sanksi resiprokal yang dikenakan kepada lembaga pemerintahan yang melanggar tidak jelas,” katanya.
Selain itu, dalam Pasal 12 ada kewajiban untuk membuat salinan data elektronik, tapi tidak dijelaskan penyimpanannya di mana.
“Bagusnya secara eksplisit di level UU disebutkan kewajiban untuk data diletakkan di wilayah hukum indonesia,” katanya.
Tak hanya itu, draft UU ini mengamanatkan juga BSSN melakukan fungsi penapisan konten, ini memiliki potensi overlap dengan yang dilakukan kominfo sekarang.
“Belum jelas positioniong lembaga penyelenggara ketahanan siber dan hubungannya dengan BSSN, terutama misalnya dengan lembaga seperti TNI, yang menjadi garda terdepan pertahanan negara,” katanya.
Doni juga mengatakan bahwa pemerintah dan DPR perlu memperjelas definisi "kejahatan siber" ( cyber crime ) dan ketahanan siber (cyber resillience).
“Kalau dibaca secara umum masih sangat sedikit pembahasan di RUU yang terkait dengan cyber defense,” kata dia.
Kemudian, Doni juga menyoroti tentang banyaknya pembahasan tentang perizinan.
“idealnya harusnya bagimana memberdayakan dan memproteksi sumberdaya manusia di sektor siber dalam negeri,” katanya.
Hal itu menyebabkan, draft RUU ini terkesan lebih menempatkan posisi siber dimonopoli pemerintah.
“Ini bertentangan dengan semua teori tentang siber yang egaliter,” katanya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat