Beberapa tahun terakhir industri sawit Indonesia dibenturkan pada penolakan Uni Eropa. Bahkan, tidak lama lagi mereka akan memberlakukan larangan pemanfaatan minyak kelapa sawit dan turunannya sebagai bahan pembuatan biofuel pada 2030 mendatang.
Menurut Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Rosan Roeslani, isu ini menjadi tantangan yang cukup serius bagi industri sawit Indonesia yang saat ini masih menjadi pemasok tertinggi di pasar dunia, khususnya Uni Eropa.
"Sawit itu salah satu komoditas unggulan Indonesia yang dapat menjadi penyumbang devisa terbesar. Jika sekarang industri sawit kita menemui kesulitan dalam pemasarannya, tentu efek lanjutannya akan cukup besar, mulai dari hulu hingga hilir, dan sektor penunjang yang menjual barang dan jasa dalam lingkup komoditas sawit," kata Rosan saat menghadiri seminar Menciptakan Industri Sawit Indonesia yang Berkelanjutan di Jakarta, Rabu (31/7/2019).
Turut hadir dalam seminar tersebut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Dirjen Agro Kemenperin Abdul Rochim, Ketua Gapki Joko Supriyono, serta Managing Director Sustainability and Strategic Stakeholder Engagement Golden Agri Resources Agus Purnomo.
Baca Juga: Pasar Ekspor Minyak Sawit Indonesia Tergerus Sentimen Regulasi
Dia menjelaskan, pelaku usaha dan pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk menangkal sentimen negatif terhadap sawit nasional. Para pemangku kepentingan secara konsisten melalui diplomasi sawit yang mempromosikan pembangunan berkelanjutan.
Indonesia, lanjut dia, bahkan telah menerapkan tata kelola sawit berdasarkan Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) yang memiliki standar di atas rata-rata kriteria yang dipersyaratkan oleh lembaga sertifikasi internasional.
Tak hanya dukungan dalam sertifikasi ISPO, pihaknya juga berharap Indonesia-EU Comprehensive Economic Agreement dapat segera terealisasi. Pasalnya dalam persaingan pasar sawit dunia, Indonesia mulai tergeser oleh Malaysia dan India yang memiliki Comprehensive Economic Cooperation Agreement India-EU, di mana tarif sawit India mendapatkan penurunan dari 54% menjadi 45%, sedangkan Indonesia tetap dikenakan tarif 54% sehingga pasar sawit Indonesia direbut Malaysia.
"Ekspor sawit dalam beberapa tahun cukup menurun baik nilai dan volumenya," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: