Penelitian baru dari Oracle dan WHU-Otto Beisheim School of Management menunjukkan efisiensi bisnis meningkat dua per tiga ketika teknologi yang tepat diimplementasikan bersama tujuh faktor utama.
Menurut penelitian, banyak organisasi telah berinvestasi dalam teknologi yang tepat, tetapi kurang memiliki budaya, keterampilan atau perilaku yang diperlukan untuk benar-benar menuai manfaatnya. Studi ini menemukan efisiensi bisnis hanya meningkat seperlima ketika teknologi diimplementasikan tanpa tujuh faktor yang diidentifikasi.
Tujuh faktor utama tersebut adalah pengambilan keputusan berbasis data, fleksibilitas dan berani melakukan perubahan, budaya wirausaha, visi digital bersama, pemikiran dan pertanyaan kritis, budaya belajar dan komunikasi terbuka, dan kolaborasi.
Penelitian ini melibatkan 850 direktur SDM serta 5.600 karyawan, di mana sekitar 300 karyawan dan 50 direktur SDM dari Indonesia berpartisipasi dalam survei. Penelitian ini berfokus pada cara organisasi beradaptasi untuk keunggulan kompetitif di era digital.
Baca Juga: Bisnis Internasional: 5 Hal Penting untuk Memulai Minggu Ini
Studi ini menunjukkan bahwa guna mencapai efisiensi bisnis sangat penting untuk menjadi organisasi yang gesit yang dapat mengimbangi perubahan. Sebanyak 42% bisnis melaporkan peningkatan keseluruhan dalam kinerja organisasi setelah efisiensi bisnis tercapai.
"Kecepatan perubahan tidak pernah lebih penting bagi organisasi daripada saat ini," kata Wilhelm Frost dari Departemen Organisasi Industri dan Mikroekonomi di WHU-Otto Beisheim School of Management, melalui siaran pers yang diterima Warta Ekonomi.
Dijelaskan dia, mampu beradaptasi dan kelincahan sangat penting bagi organisasi jika mereka ingin maju dalam persaingan dan menawarkan proposisi memimpin pasar. Menjadi adaptif berarti dukungan yang lebih baik bagi pelanggan, dan ini penting untuk memenuhi kebutuhan mereka, tetapi juga merupakan faktor penting dalam perusahaan mana pun yang menarik dan mempertahankan karyawan dengan keterampilan untuk mendorong mereka maju. Perusahaan yang tidak siap dengan berbagai perubahan tidak akan mampu bersaing untuk mendapatkan keterampilan di pasar digital saat ini.
Berbeda dari hasil survei global, di mana 30% direktur SDM menyatakan keprihatinannya pada kemampuan organisasi mereka untuk bersaing bagi para pekerjanya. Direktur SDM di Indonesia yakin akan kemampuan mereka untuk menarik bakat. Hanya 14% menyatakan keprihatinan atas kemampuan mereka untuk bersaing untuk generasi bakat berikutnya.
Ini menunjukkan, perusahaan-perusahaan Indonesia mungkin sudah mulai beradaptasi dan berinovasi. Salah satu perusahaan yang memulai perjalanan digitalnya adalah PT Gema Graha Sarana Tbk, bagian dari Grup Vivere.
Perusahaan interior dan perabotan mengotomatiskan proses keseluruhan rekrutmen dan on-boarding dengan Oracle Talent Acquisition Cloud, di mana Vivere dapat meningkatkan 20% waktu rata-rata untuk mengisi posisi yang sedang dicari, melengkapi persetujuan permintaan karyawan hanya dalam satu hari, bukan tiga hingga lima hari, dan tingkat pergantian staf yang lebih rendah dengan mendapatkan wawasan yang lebih baik untuk posisi karyawan baru.
Penelitian juga menunjukkan sepertiga dari pemimpin bisnis di dunia berpikir bahwa mereka saat ini beroperasi dengan cara yang kurang menarik untuk bersaing mencari bakat-bakat baru. Ini terjadi pada lebih dari setengah pemimpin bisnis seperti di India, Brasil, dan Chile.
Donny Fernando, CIO PT Gema Graha Sarana Tbk, mengatakan, dengan adaptasi dan adopsi strategi digital, Oracle menyakini dapat meningkatkan produktivitas staf dan meningkatkan efisiensi proses perekrutan. Oracle Talent Acquisition Cloud sangat modern, intuitif, dan fleksibel, yang pada akhirnya memberi kepercayaan diri bahwa perubahan akan memenuhi kebutuhan bisnis, sekarang dan di masa depan.
Baca Juga: Bangun Bisnis dengan Uang Pribadi? Don't Worry!
"Beradaptasi bersama dengan Oracle memungkinkan kami untuk menarik talenta industri terkemuka, meningkatkan daya saing kami, dan memberikan layanan yang lebih baik kepada klien kami," kata Donny.
Sementara itu, perlu dicatat, keamanan pekerjaan tetap menjadi perhatian utama. Di tempat teratas adalah Chile dengan 36% responden khawatir tentang keamanan peran mereka. India mengikuti dengan hampir 35% dan Thailand pada 34%. Hampir 30% responden Indonesia menyatakan keprihatinan yang sama tentang keamanan kerja.
Sementara Iman Muhammad, Kepala Aplikasi Oracle Indonesia, menambahkan, Indonesia meluncurkan inisiatif Making Indonesia 4.0, di mana peningkatan keterampilan akan menjadi prioritas utama. Studi ini menyoroti peluang bagi HR untuk memimpin dalam transformasi tenaga kerja ini untuk mendorong perubahan budaya dalam peningkatan keterampilan dan keterbukaan untuk bekerja dengan mesin dan teknologi.
"Tujuh faktor yang ditunjukkan dalam penelitian ini juga merupakan soft skill yang diperlukan untuk merealisasikan manfaat sebenarnya dari teknologi apa pun dan menjadikan bisnis mudah beradaptasi dalam perekonomian masa depan," kata Iman.
Untuk diketahui, penelitian 'Adaptable Business' dilakukan pada Agustus 2018 dengan organisasi, yang terdiri dari setidaknya 250 karyawan tetap, yang dikumpulkan dari 23 negara di seluruh dunia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Agus Aryanto
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: