Nilai tukar rupiah tak bisa mengalah lebih lama lagi terhadap dolar AS. Perlahan namun pasti, rupiah mampu melumpuhkan dolar AS sehingga kembali ke level Rp14.200-an.
Terhitung hingga pukul 14.27 WIB, kekuatan dolar AS menurun drastis menjadi 0,11% ke level Rp14.270 per dolar AS. Bahkan, beberapa saat lalu, pelemahan rupiah hanya sebsar 0,07% terhadap mata uang Negeri Paman Sam itu.
Baca Juga: Digoreng Sana-Sini, Duh! IHSG Nyaris Tinggalkan Level 6.000
Baca Juga: Dolar AS Mulai Terseok-Seok, Tapi Rupiah Sudah Pasti Keok!
Capaian rupiah tersebut nampaknya tidak terlepas dari campur tangan Bank Indonesia (BI) yang melalukan intervensi di pasar Surat Berharga Negara (SBN) dan pasar domestic Non-Deliverable Forwards (DNDF).
Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter BI, Nanang Hendarsah, mengatakan intervensi tersebut dilakukan sebagai upaya untuk menyelamatkan rupiah dari nasib buruk yang selama ini membebaninya.
Baca Juga: Bagaikan Nasi Sudah Menjadi Bubur, Rupiah Terima Nasib Saja!
"BI sedang menjaga rupiah dengan masuk ke pasar SBN (Surat Berharga Negara). Sementara untuk intervensi di pasar DNDF (Domestic Non-Deliverable Forwards), lelang dibuka pukul 08:30 WIB dan akan dilanjutkan dengan intervensi sampai close," jelasnya seperti dikutip dari cnbcindonesia.com, Jakarta, Selasa (06/08/2019).
Kendati mampu mengikis depresiasi di hadapan dolar AS, rupiah masih mengalami tekanan di pasar Asia. Dengan status sebagai mata uang terlemah ketiga di Asia, rupiah terpantau unggul di hadapan yen dan ringgit dengan apresiasi masing-masing sebesar 0,37% dan 0,21%. Namun, di hadapan mata uang Asia lainnya, rupiah masih tak berdaya.
Baca Juga: Mbak Sri Kok Jadi Takut Sama Perang Dagang?
Sementara itu, pergerakan dolar AS justru terantau semakin tertekan, baik di hadapan mata uang Asia maupun dunia. Hingga saat ini, dolar AS tercatat hanya unggul di hadapan franc Swiss, yen, dan rupiah.
Faktor perang mata uang diklaim turut berkontribusi dalam hal menggulingkan dolar AS pada hari ini, di mana China dituduh melakukan manipulasi kurs sehingga merugikan mata uang safe haven sekelas dolar AS.
Merespons hal itu, Presiden AS, Donald Trump, melalui cuitan Twitternya mengatakan, "China menjatuhkan nilai mata uangnya ke titik nyaris terlemah sepanjang sejarah. Ini disebut manipulasi kurs. Apakah Anda mendengar ini, Federal Reserve? Pelanggaran besar ini justru akan melemahkan China."
Jika benar demikian, bukan suatu hal yang mustahil bahwa perang dagang antara AS dan China akan semakin memanas dan memberi gejolak besar bagi ekonomi global.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Lestari Ningsih
Editor: Lestari Ningsih