Kementerian Pertanian (Kementan) hingga saat ini tetap berkomitmen untuk melakukan penanggulangan dampak penggunaan pestisida kimia dalam praktik budidaya tanaman. Pasalnya, upaya ini dinilai dapat meningkatkan produksi pangan secara berkelanjutan.
Direktur Perlindungan Tanaman Pangan, Edy Purnawan menjelaskan Kebijakan Kementan dalam mengurangi dampak penggunaan pestisida kimia dikeluarkan dalam bentuk Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) dan kegiatan-kegiatan Kementan.
"Pertama, melalui Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT, red). SLPHT ini salah satu program nasional yang sudah berjalan cukup lama dan memberikan banyak manfaat bagi perubahan pola pikir petani untuk mengurangi penggunaan pestisida kimia,” ujarnya Edy di Jakarta, Jumat (16/8/2019).
Baca Juga: Irjen: Pencopotan Pejabat Kementan Dilakukan untuk Mitigasi Risiko
Pembelajarannya, jelas Edy, mulai dari praktek budidaya sampai dengan pemanfaatan agens pengendali hayati (APH) dan pestisida nabati yang ramah lingkungan. Lebih dari 209.400 orang petani yang telah dilatih dalam program SLPHT selama ini.
"Kegiatan kedua, yakni melalui Penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PPHT, red). Selepas era SLPHT, pada Tahun 2015 sampai dengan sekarang Kementan melaksanakan program PPHT di seluruh provinsi di Indonesia," ujarnya.
Edy menyebutkan pada program ini petani diberikan bantuan sarana untuk perbanyakan APH sehingga petani bisa langsung melakukan aksi di lapangan dengan pendampingan dari petugas. Bahkan, sampai saat ini program PPHT sudah dilaksanakan seluas 46.650 ha di seluruh Indonesia.
Ketiga, lanjut Edy, yakni melalui Demonstrasi Area Budidaya Tanaman Sehat, tambahnya. Sejak tahun 2017 Kementan telah melaksanakan kegiatan Demonstrasi Area Budidaya Tanaman Sehat.
Baca Juga: Kementan Dorong Petani Cianjur Tanam Kedelai Karena Lebih Menguntungkan
“Tiap Poktan kami beri bantuan sarana produksi non kimia seperti pembenah tanah, pupuk organik, pestisida biologi atau hayati dan tanaman refugi,” ungkapnya.
Edy berharap melalui bantuan tersebut kelompok tani atau gabungan kelompok tani mampu mengurangi penggunaan pupuk kimia dan pestisida kimia dalam mengendalikan OPT. Menurut catatan Kementan, sejak tahun 2017 sampai 2019 kegiatan ini telah dilaksanakan seluas 147.610 ha di seluruh Indonesia.
"Hasilnya provitas rata-rata meningkat dari 6 ton per hektar menjadi 8 ton per hektar, dan kualitas lingkungan pun lebih sehat," bebernya.
Lebih lanjut Edy menuturkan langkah keempat dalam pengurangan dampak penggunaan petisida, yakni sosialisasi dan bimbingan teknis. Kegiatan ini dilakukan secara rutin oleh petugas Pengendali OPT (POPT) kepada petani. Setiap kecamatan ada satu orang POPT yang ditugaskan setiap minggu memberikan bimbingan teknis cara pengendalian OPT yang ramah lingkungan dan cara tepat menggunakan pestisida kimia.
Baca Juga: Kementan Gerak Cepat Amankan Produksi Pangan Jawa Tengah saat Puncak Kemarau
“Terakhir, kelima, kami juga ada kegiatan pengujian rutin kandungan residu pestisida, cemaran logam berat dan aflatoksin,” terangnya.
Edy menambahkan balai di instansinya melakukan pengambilan sampel produk tanaman dari petani langsung. Dalam 3 tahun terakhir (2017-2019) BPMPT telah melakukan pengambilan sampel di 20 propinsi 67 kabupaten/kota di Indonesia.
"Sebanyak 1.670 sampel telah diambil dan diuji. Hasil uji inilah yang kami kasih ke Dinas Pertanian di daerah untuk dijadikan bahan pembinaan bagi petani di wilayahnya,” cetusnya.
Di tempat terpisah, Harso Ketua Poktan di desa Ponjong, Kabupaten Gunungkidul mengatakan salah satu program Kementan yang dirasakan manfaatnya yakni budidaya tanaman sehat. Areal lahan sawahnya seluas 50 hektar sekarang meningkat provitasnya dari 6 ton per hektar jadi 9 ton per hektar.
"Kami tanam refugia juga, selain terlihat indah juga manfaat melestarikan musuh alami. Panen kali ini kami sangat senang bisa berhasil mendapat produksi yang tinggi,” katanya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Kumairoh
Tag Terkait: