Genjot SDM Industri Keuangan, WE Academy Bahas Standar Akuntansi Keuangan Baru
Warta Ekonomi (WE) Academy kembali memberikan kontribusinya dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) di industri keuangan. Kali ini WE Academy menyelenggarakan pelatihan dua hari bertajuk Kupas Tuntas Persiapan Akuntansi Terkini: Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 71, 72, dan 73.
Pelatihan yang dihelat 19-20 Agustus 2019 ini menghadirkan dua praktisi perbankan, yakni Maki Maulana dan Deny Sudrajat sebagai trainer. Sementara peserta pelatihan berasal dari J Trust Bank, Bank of China, dan perusahaan penyedia layanan internet, Netciti Persada.
Kepada Warta Ekonomi, Maki Maulana mengungkapkan, PSAK 71 merupakan aturan baru standar akuntansi keuangan yang akan diterapkan mulai 1 Januari 2020. Standar yang mengacu pada International Financial Reporting Standard (IFRS) 9 ini akan menggantikan PSAK 55 yang sebelumnya berlaku.
Baca Juga: Masa Depan Akuntansi: Batasan Baru Teknologi dan Keamanan Siber
Dia menuturkan, aturan baru ini salah satunya mengharuskan perbankan menambah cadangan atas piutang, pinjaman atau kreditnya. Standar baru ini mengubah secara mendasar metode penghitungan dan penyediaan cadangan untuk kerugian akibat pinjaman yang tak tertagih.
"Kenapa ditambah? Latar belakangnya krisis moneter di AS tahun 2008, di mana saat itu cadangan kerugian yang dibentuk menurut aturan yang lama dirasa belum cukup, sehingga muncullah aturan baru PSAK 71," ujarnya.
Asal tahu saja, berdasarkan PSAK 55, kewajiban pencadangan baru muncul setelah terjadi peristiwa yang mengakibatkan risiko gagal bayar (incurred loss). Sementara PSAK 71 memandatkan korporasi menyediakan pencadangan sejak awal periode kredit.
Kini, dasar pencadangan adalah ekspektasi kerugian kredit (expected credit loss) di masa mendatang berdasarkan berbagai faktor, termasuk di dalamnya proyeksi ekonomi di masa mendatang.
"Oke cadangan enggak cukup nih, kamu perlu nambah, nambahnya gimana? Dengan adanya konsep expected credit loss. Jadi, walaupun nasabah belum jelek atau nunggak kreditnya, kita sudah harus membentuk cadangan kerugian atas kredit debitur tersebut. Namanya kan expected, perkiraan nantinya kalau debitur itu nunggak kira-kira cadangannya berapa," jelas Maki.
Metodologi expected credit loss inilah yang dikupas tuntas Maki kepada para peserta training WE Academy.
"Training kemarin membahas bagaimana metodologi expected credit loss itu. Cara meramal cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) itu seperti apa," ungkapnya.
Lebih jauh dia menjelaskan, untuk menerapkan metode expected credit loss, bank bisa melakukan kalibrasi kemungkinan gagal bayar (probability default) dengan kondisi makro-ekonomi di saat ini dan masa mendatang.
"Jadi, ada faktor eksternal yang dimasukkan dalam perhitungan cadangan perbankan," tuturnya.
Baca Juga: Waspada, Tanda-Tanda Krisis Mengemuka
Maki mengakui, aturan baru ini akan berdampak pada kinerja perbankan, khususnya modal dan laba bank. Pasalnya bank wajib melakukan pencadangan meskipun kredit nasabah tersebut lancar, sehingga pencadangannya meningkat.
"Jadi, kalau dulu bank yang rasio kredit bermasalahnya (non performing loan/NPL) kecil, cadangannya juga ikut kecil, tapi kalau aturan baru meskipun bank itu NPL kecil, tapi kalau kondisi ekonomi sedang gonjang-ganjing, maka bank harus menambah cadangannya, juga berdampak pada kenaikan CKPN," paparnya.
Berdasarkan informasi terakhir, untuk menerapkan PSAK 71, BRI telah menambahkan cadangannya sebesar Rp8 triliun, Bank Mandiri menambah Rp12 triliun, dan Bank Panin Rp1,2 triliun.
"Kalau menambah, otomatis akan berimbas ke kinerja dong, ke profitabilitas, ke laba, dan modal," cetusnya.
Namun di balik itu, Maki yakin perbankan akan lebih kuat bila suatu saat terjadi krisis kembali seperti krisis moneter di AS tahun 2008. "Betul, tujuannya memang itu, memperkuat buffer," tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: