“Tantangan Kebijakan Keuangan” adalah judul sangat tepat untuk tema simposium tentang bank sentral, yang diselenggarakan oleh Bank Sentral Kansas di Jackson Hole pada 23 Agustus. Investor telah menduga bahwa, dengan keseluruhan kurva imbal hasil obligasi Amerika Serikat di bawah suku bunga Bank Sentral AS (Fed Funds Rate), Bank Sentral AS harus memangkas suku bunga secara tajam dan secepat mungkin.
Namun, Presiden Bank Sentral St Louis James Bullard, kepala bank sentral yang bersifat paling lunak, mengingatkan pada akhir minggu ini bahwa perpindahan dana dari ekuitas ke obligasi baru-baru ini terlalu berlebihan. Oleh karena itu, penurunan imbal hasil satu arah baru-baru ini kemungkinan akan menghadapi tantangan.
Philip Wee, FX Strategist DBS Group Research menyatakan di pasar berkembang di Asia, mata uang Thailand, baht, kemungkinan melemah melewati level kunci 31 terhadap dolar AS. Data GDP triwulan kedua 2019 saat ini diperkirakan akan mencatatkan pertumbuhan paling lambat (konsensus 2,3% secara tahunan vs 2,8% sebelumnya) untuk Thailand sejak triwulan keempat 2014. Bank of Thailand (BoT) pada 7 Agustus lalu menurunkan suku bunga kebijakannya sebesar 25 basis poin menjadi 1,50%.
Baca Juga: Bank DBS Dukung Pembiayaan Industri Ramah Lingkungan
"Kekuatan baht adalah salah satu alasan di balik pelonggaran itu. Pertumbuhan kredit kepemilikan rumah baru melambat menjadi 7,8% secara tahunan pada triwulan kedua 2019 dari 9,1% pada triwulan sebelumnya. Kenaikan di atas 31 akan membuka jalan bagi nilai tukar dolar AS terhadap bath Thailand untuk meningkat ke 31,3," kata dia belum lama ini.
Ditambahkan, secara umum, tingkat bunga Asia tidak sebagus tingkat bunga dalam dolar AS dalam menghadapi gejolak baru-baru ini. Kekhawatiran akan resesi dan pasar ekuitas, yang agak goyah, telah merusak sentimen, dan hal ini telah mencegah penurunan imbal hasil pasar berkembang sebesar yang seharusnya.
"Dengan mempertimbangkan situasi saat ini, Indikator Valuasi Tingkat Bunga Asia (ARVI) kami menunjukkan bahwa nilai relatif telah muncul di Indonesia, Malaysia, dan India. Secara relatif, obligasi pemerintah dalam mata uang lokal pada umumnya mengabaikan pembelian berlebihan pada pertengahan Juli," tambah dia.
Baca Juga: Investree Thailand Hadir di Bangkok Fintech Fair 2019
Ia melanjutkan, dengan inflasi, yang diredam, dan prospek pertumbuhan masih suram, pengaturan kebijakan keuangan diharapkan bersifat akomodatif. Tingkat bunga Asia memiliki ruang untuk turun saat sentimen kembali stabil.
"Terkait tingkat bunga dolar AS, kami bersikap netral setelah penurunan cukup tajam dalam beberapa bulan terakhir. Bahkan, reli di obligasi berjangka sangat panjang terlihat sedikit dipaksakan dan berhati-hati dalam menurunkan imbal hasil," lanjut dia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Yosi Winosa
Editor: Kumairoh
Tag Terkait: