Direktur Utama PT Garam (persero) Budi Sasongko menyatakan, industri garam yang berada di Gresik Jatim sempat berhenti sejak 25 lalu. Tahun ini mampu akan bangkit kembali produksi 26 ribu ton per tahun.
Budi mengungkapkan, sebelumnya, lahan seluas 260 hektare tersebut tidak produktif sejak 1994 lalu disewakan kepada pihak lainnya. Sebelumnya tahun 1992 dengan memproduksi garam halus kemasan dengan produksi garam beryodium 3 ton per hari. Pada Tahun 2000 mampu memproduksi Bittern yang merupakan salah satu diversifikasi dari hasil produksi garam namun pada tahun 2003 produksi Bittern dihentikan namun tetap memproduksi garam halus dan mulai merintis produksi Garam kurang Natrium atau Less Sodium Salt (LOSOSA) yaitu garam premium untuk kesehatan,aman.
“Dengan bangkitnya kembali ini kami optimis akan mampu produksi sekitar 100 persen sebesar 26.000 ton per tahunnya secara bertahap sejak September 2019 diproyeksikan mencapai 20 persen kapasitas atau 5.200 ton, tahun ke-2 mencapai 60 persen atau 15.600 ton dan ini dibutuhkan 3 tahun untuk bisa capai target ini,” tegas Budi di Gresik kemarin (12/9/2019) sore.
Baca Juga: Tingkatkan Produksi, PT Garam Operasikan Dua Pabrik Baru
Menurutnya pencapian target itu di didukung dengan adanya 4 pabrik yang berada di Gresik yakni Pabrik Camplong, dengan kapasitas 63.000 ton per tahun, Pabrik Sampang, dengan kapasitas 11.800 ton per tahun, Pabrik Galus Segoromadu, dengan kapasitas 30.000 ton per tahun dan Pabrik Lososa Segoromadu, dengan kapasitas 1.500 ton per tahun.
Sementara Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini M. Soemarno saat berkunjung PT Garam kemarin (11/9/2019) menyatakan, revitalisasi lahan ini bertujuan untuk mengurangi defisit neraca garam nasional dan pemenuhan garam industri di Tanah Air. Selain itu, revitalisasj ini untuk meningkatkan produksi PT Garam (Persero) dalam upaya swasembada garam menuju kedaulatan garam nasional.
“Saya yakin revitalisasi ini sebagai upaya BUMN mendukung swasembada garam nasional. Apalagi, saat ini kebutuhan garam masih ditutupi dari impor. Dengan adanya revitalisasi lahan-lahan garam ini akan mampu meningkatkan produksi garam nasional,” kata Rini kemarin.
Dijelaskan Rini, lahan garam Manyar ditata sebagai etalase proses produksi yang bervariatif yaitu proses produksi garam sistim konvensional, proses produksi garam dengan teknologi GEKI (Korea) dan proses produksi garam dengan teknologi Bestekin (pemurnian air laut).
“Pekerjaan konstruksi pegaraman Manyar dimulai pada Juli 2019 dan direncanakan awal musim produksi 2020 dilakukan trial proses produksi konvensional dan dilakukan pembangunan pabrik garam GEKI,” ujarnya.
Strategi untuk memperkuat bisnis hilir (hilirisasi) kata Rini , garam adalah dengan senantiasa meningkatkan kualitas produk dan layanan garam olahan untuk industri dan konsumsi. Penataan fasilitas produksi dimulai sejak proses produksi, sistem penyimpanan hasil produksi, SOP pengelolaan barang konsumsi dan yang sesuai ketentuan Balai POM serta sistem pelaporan menggunakan program ERP yang terintegrasi.
“Memperkuat produksi garam olahan menjadi keniscayaan untuk mampu bertahan dalam persaingan di bisnis garam yang nyaris sempurna saat ini sebab tumpuan usaha pada produksi dan penjualan garam bahan baku terbukti tidak mampu menahan persaingan harga yang sangat fluktuatif dan rentan jatuh, di era terbuka nya pasar bebas dengan masuknya garam import,” pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Mochamad Ali Topan
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait: