Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pencemaran Nama Baik Orang Mati Masuk RKUHP, DPR Tengah Melawak atau Tidur?

Pencemaran Nama Baik Orang Mati Masuk RKUHP, DPR Tengah Melawak atau Tidur? Sejumlah anggota DPR mengikuti Rapat Paripurna ke-5 DPR Masa Persidangan I Tahun Sidang 2019-2020 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (29/8/2019). Rapat Paripurna tersebut beragendakan penyampaian pidato kinerja DPR tahun 2018-2019 dan Peringatan HUT ke-74 DPR. | Kredit Foto: Antara/Rivan Awal Lingga
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Asnil Bambani Amri meminta DPR jangan bersikap fasis demi pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

Baca Juga: Buset!!! Diam-Diam DPR dan Pemerintah Rampungkan RKUHP di Hotel Mewah

"Kami miris tiba-tiba datang pengkhianatan dari partai politik yang berada di gedung dewan. Mereka bersatu dan membuat pasal yang akan mengadili profesi kami," kata Asnil saat berorasi di Senayan Jakarta, Senin.

Ia menambahkan ada informasi yang mengatakan DPR juga sudah menutup masukan publik. "Itu kan sudah fasis sekali ya," ujar Asnil ketika ditemui usai berorasi.

Asnil mengatakan ada upaya kriminalisasi jurnalis yang menyampaikan pesan-pesan hak asasi yakni kemerdekaan menyampaikan pendapat dengan sangkaan menyampaikan pesan-pesan penghinaan.

"Jadi jika kawan-kawan wartawan menulis kritik nanti dibilang menghina, kita akan berada di dalam ancaman jeruji besi. Kedua, penghinaan terhadap pemerintah. Jurnalis bekerja untuk mengkritisi eksekutif. Jika itu dianggap menghina, kita akan terancam penjara," ujar dia.

Total ada sepuluh pasal dalam RUU KUHP akan membatasi kerja-kerja wartawan dalam menyampaikan aspirasi. Terutama pada pasal-pasal yang terkait penghinaan dan pencemaran nama baik.

Misalnya, pasal penghinaan terhadap Kekuasaan Umum atau Lembaga Negara. Asnil mencontohkan tulisan mengkritisi DPR yang tidak mau mendengar masukan publik seperti saat ini. Menurut dia, itu sudah bisa kena pasal tersebut.

Lalu ada juga pasal tentang Pencemaran Nama Baik dan pasal tentang Pencemaran Orang Mati.

"Yang lebih menarik yang terakhir itu adalah pencemaran orang mati. Ini paling lucu sebenarnya. Jadi ada nama baik orang mati yang diatur dalam pasal ini. Jadi, ketika kita mengkritisi, misalkan Soeharto, kemudian keluarga Soeharto nggak terima, itu bisa kena sebagai pencemaran nama baik orang mati," kata dia.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Bagikan Artikel: