Kementerian Pertanian (Kementan) terus mendorong produksi komoditas pertanian bernilai ekonomis tinggi guna meningkatkan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan petani, salah satunya sorgum yang dikenal dengan nama latin sorghum bicolor (L) moench.
Sorgum di Desa Raji, Kecamatan Demak, mendapat perhatian dari Kementan untuk dikembangkan budidayanya. Demikian diungkapkan Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementan, Suwandi, saat meninjau tanaman sorgum di Desa Raji tersebut, Jumat (27/9/2019).
Dari informasi yang dihimpun dalam peninjauan tersebut, Suwandi menyebutkan petani di Desa Raji Kabupaten Demak sudah turun-temurun sehingga puluhan tahun menanam sorgum. Secara total, luas budidaya sorgum se-Kabupaten Demak sebesar 80 hektare dan benih sorgum yang ditanam yakni varietas lokal dengan umur panen hingga tiga bulan.
Adapun, sorgum rata-rata ditanam pada musim tanam III atau musim kering. Saat ini musim tanam III sedang berakhir dan akan segera panen.
"Produksinya bisa 8 hinga 9 ton per hektare. Harga Sorgum Rp5.000 per kilogram. Jika produksi delapan ton saja maka hasil panen petani sebesar Rp40 juta per hektare. Dengan biaya produksi Rp7 juta per hektare maka pendapatan petani 33 juta per musim (3 bulan, red). Artinya, pendapatan petani per bulan sebesar Rp11 juta," ujarnya.
Baca Juga: Kementan Inisiasi Kerja Sama Perbenihan Lingkup ASEAN
Suwandi menjelaskan pada tahun 1970, sorgum sudah mulai banyak dibudidayakan di Indonesia. Di Indonesia tercatat ada sekitar 15 ribu hektare lahan sorgum yang tersebar di Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
Hampir seluruh bagian tanaman sorgum, seperti biji, tangkai biji, daun, batang, dan akar, dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri. Mulai menjadi makanan seperti sirup, gula, kerajinan tangan, pati, biomas, bioetanol, dan tepung penganti terigu dan lainnya.
"Daerah penghasil sorgum dengan pola pengusahaan tradisional terdapat di daerah Demak, Grobogan, Pati, Wonogiri, Gunung Kidul, Kulon Progo, Lamongan, Bojonegoro, Tuban, dan Probolinggo. Tahun depan sudah kita alokasi bantuan pengembangan untuk 5 ribu hektare. Ini bukti keseriusan kami mengembangkan sorgum," tegasnya.
Lebih lanjut, Suwandi menyatakan yang menarik dari sorgum adalah tidak ada kandungan gluten. Sorgum kaya kandungan niasin, thiamin, vitamin B6, juga zat besi, dan mangan ini patut dikembangkan sebagai pangan alternatif yang menyehatkan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Cahyo Prayogo
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait: