Permintaan nikel secara global diperkirakan akan mencapai 4,6% pada 2025, dan terus meningkat hingga 2030 mendatang. Pendorong utamanya ialah penggunaan baterai pada kendaraan listrik.
Analis Bank DBS Indonesia, Maynard Arief lebih detail menjelaskan bahwa laju pertumbuhan majemuk tahunan produksi bijih nikel dunia diperkirakan mencapai 4,1% pada 2025.
"Pertumbuhan terutama akan terjadi di dua negara penghasil nikel utama di Asia, yakni Indonesia dan Filipina, serta Kaledonia Baru di Oceania," ungkap dia mengutip dari laporan tertulisnya, Jumat (27/9/2019).
Baca Juga: HPE Produk Tambang Merosot, Nikel Malah Melejit
Peningkatan produksi negara-negara itu terutama terdiri atas laterit. Sulfida disebutnya akan semakin sulit didapatkan karena penyusutan cadangan dan ketiadaan penemuan sumber baru.
Arief berkata, "Kami memperkirakan pasokan nikel dunia terus tumbuh mencapai 4,6% setiap tahun dalam masa 2018-2025."
Dalam waktu tersebut, perubahan paling menonjol dalam gambaran pasokan dunia adalah peningkatan sumbangan dari Indonesia, sebaliknya sumbangan dari China akan menurun. Saat ini, Indonesia hanya menyumbang 12% terhadap pasokan nikel -yang telah diproses- dan China sebesar 33%.
"Diperkirakan terjadi pergeseran, 27% untuk Indonesia dan 29% untuk China pada 2025," terangnya.
Baca Juga: Percepatan Larangan Ekspor Nikel, Yang Untung Siapa?
Kabar buruknya, defisit pasokan nikel diperkirakan bakal terjadi pada 2022 dan tahun-tahun berikutnya. Akibat kekurangan pasokan, harga nikel kemungkinan meningkat terus-menerus sejak 2025 hingga mencapai US$19.000 per ton.
"Kami memiliki pandangan positif terhadap nikel meskipun ada antisipasi pertumbuhan pasokan jangka pendek. Harga nikel, yang stabil, akan mendorong produsen baterai beralih ke baterai bermuatan tinggi nikel," beber Arief.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: