Pusat Pengkajian Pancasila dan Hukum Konstitusi (Puskapsi) Universitas Jember, Jawa Timur (Jatim) mengusulkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menerbitkan Perppu penangguhan pemberlakuan Revisi Kedua UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) selama satu tahun. Selama penangguhan, presiden bersama dengan DPR kembali melakukan revisi terkait ketentuan yang menuai kontra.
Direktur Puskapsi Universitas Jember, Bayu Dwi Anggono, memaparkan ada pro kontra terhadap hasil revisi UU KPK. Ada tiga opsi yang berkembang di masyarakat dan opsi itu bisa ditempuh presiden. Pertama, presiden mengundangkan UU KPK lalu hasil revisi ini dijalankan. Jika ditemukan hal yang tidak efektif, dilakukan legislative review.
Baca Juga: Perppu KPK Tak Akan Terbit, Benar Begitu Pak Jokowi?
"Opsi ini pasti ditolak oleh yang kontra revisi terhadap revisi UU KPK karena tidak ada kepastian kapan revisi akan dilakukan, belum lagi harus menunggu masuk Prolegnas (program legislasi nasional)," ujar Dwi dalam Polemik MNC Trijaya FM yang bertajuk "Perppu Apa Perlu?" di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (5/10/2019).
Kedua, lanjut Dwi, masyarakat yang tidak puas bisa mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Karena itu hak masyarakat, pemerintah dan DPR tidak perlu mendorong itu. Namun, dia mengakui bahwa opsi ini memiliki kelemahan karena jika gugatannya soal penangguhan pemberlakukan UU KPK itu biasanya selalu ditolak oleh MK.
"Sebagian orang pesimistis terhadap MK. MK pro terhadap hak-hak sosial kemasyarakatan, tetapi permisif soal pemberantasan korupsi. Contoh soal eks napi korupsi mencalonkan diri dan membenarkan soal angket KPK," terangnya.
Terakhir, penerbitan Perppu, Dwi memaparkan bahwa perppu ini ada tiga jensi yakni, Perppu Pencabutan UU KPK hasil revisi, Perppu yang hanya merevisi sebagian ketentuan yang mendapatkan penolakan di masyarakat, dan terakhir yang Puskapsi gagas yakni Perppu Penundaan UU KPK hasil revisi. Perppu berisi soal penundaan pemberlakuan UU KPK selama satu tahun. Lalu, selama itu presiden merevisi bersama dengan DPR, revisi dilakukan tidak terburu-buru, secara terbuka, dan melibatkan partisipasi masyarakat.
"Contoh, zaman Soeharto ada Perppu Penangguhan Pajak Pertambahan Nilai tahun 1984. Zaman Pak SBY Perppu 1/2005, Perppu 2/2006 tentang Pengadilan Perikanan. Tanpa ada penolakan publik saja karena dianggap belum siap, maka ditunda 1 tahun," jelas Dwi.
Dwi menegaskan bahwa intinya Perppu Penangguhan ini bukan sesuatu yang baru dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, bahkan itu sudah dilakukan sejak zaman Orde Baru. Dengan penangguhan ini, tambah dia, semua pihak terselamatkan dan terpuaskan.
"Dengan Perppu Penangguhan, KPK bisa bekerja sediakala, DPR enggak kehilangan muka dan kewibawaan presiden terjaga," tandasnya.
(kri)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: