Jangan Anggap Remeh! Depresi Tak Tertangani Picu Keinginan Bunuh Diri
Sekretaris PP Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI), dr. Agung Frijanto mengatakan konsekuensi seseorang apabila depresi tak tertangani dapat meningkatkan risiko bunuh diri. Ia mengimbau masyarakat mampu melakukan upaya pencegahan jika ada anggota keluarga yang mengalami gejala depresi.
Gejala depresi dapat dilihat dari tiga aspek, yakni afek, kognitif, dan fisik. Gejala depresi pada afek dapat ditandai dengan sedih, hilangnya minat, iritabilitas, apatis, anhedonia, tidak bertenaga, tidak bersemangat, isolasi sosial, dan aniestas.
Gejala depresi secara kognitif dapat dicirikan dengan rendah diri, konsentrasi menurun, daya ingat menurun, ragu-ragu, rasa bersalah, ide bunuh diri. Selain itu, secara fisik dapat dilihat dari psikomotor menurun, kelelahan, gangguan tidur, gangguan nafsu makan, dan hasrat seksual menurun.
Baca Juga: Hari Kesehatan Jiwa Sedunia: Gizi untuk Stres dan Depresi
"Puskesmas di layanan primer punya peran penting dalam pelayan jiwa. Dalam sistem rujukan JKN kita tempatkan di rumah sakit umum dan rumah sakit jiwa," kata dr. Agung.
Setiap orang perlu meningkatkan kepedulian antar-sesama. Peran keluarga sangan penting dalam hal mencegah depresi lebih parah. Tak hanya dalam keluarga, upaya pencegahan juga harus dilakukan di lingkungan lain seperti sekolah.
"Poinnya bagaimana memberikan pemahaman kepada orang tua dan guru-guru di sekolah dasar. Pada kondisi remaja atau SMP/SMA kita bisa melakukan deteksi dini, kita bagikan instrument atau daftar pertanyaan untuk mengetahui apakan remaja tersebut depresi atau tidak," ujar dr. Agung.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan, dr. Anung Sugihantono menjelaskan, dalam kurun waktu 10 tahun terakhir perilaku bunuh diri karena depresi telah mencapai angka yang kritis. Secara global, Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan lebih dari 800.000 orang meninggal setiap tahunnya atau sekitar 1 orang setiap 40 detik bunuh diri.
Tingkat prevalensi angka bunuh diri di negara berpenghasilan tinggi ternyata lebih tinggi dibandingkan di negara berpenghasilan rendah atau menengah (12,7 persen:11,2 persen per 100.000 populasi). Contoh tiga negara terbesar akan kasus bunuh diri per 100.000 populasi yaitu di antaranya Guyana, Korea Selatan dan Sri Lanka.
"Tetapi di Indonesia sendiri belum ada angka prevalensi nasional. Menurut penelitian dikatakan bahwa angka bunuh diri di kota Jakarta pada tahun 1995-2004 mencapai 5,8 per 100.000 penduduk. Begitupun laporan dari WHO di tahun 2010 menyebutkan angka bunuh diri di Indonesia mencapai 1,6-1,8 persen per 100.000 jiwa," ucap dr. Anung.
Program pencegahan yang dapat dilakukan di lingkungan sektor kesehatan di antaranya meningkatan kapasitas petugas kesehatan dan kader dalam bentuk deteksi dini, intervensi krisis, dan manajemen gangguan jiwa. Mengembangan klinik sehat jiwa di Puskesmas, pelatihan kader, serta pengembangan Posyandu Lansia Plus.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: