Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Wajah Koperasi di Mata Milenial

Wajah Koperasi di Mata Milenial Sejumlah karyawan beraktivitas dengan latar belakang gedung yang tampak samar karena polusi udara di Jakarta, Kamis (5/9/2019). Berdasarkan data dari situs pemantauan udara AirVisual.com pada Kamis 5 September pagi, Jakarta menempati posisi pertama sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di dunia dengan indeks kualitas udara di angka 181 atau dalam kategori tidak sehat. | Kredit Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Masih banyak generasi milenial yang belum akrab dengan dunia koperasi. Sebagian dari mereka menganggap koperasi sebagai organisasi kuno dan tidak kekinian.

Wajah Fitriana Hasri, salah seorang generasi milenial, tampak bingung ketika ditanya tentang persepsi dirinya terhadap koperasi. Ia mengatakan tidak memiliki banyak pengetahuan tentang koperasi. Satu-satunya hal yang ia ketahui tentang koperasi hanyalah koperasi simpan pinjam dan merupakan lembaga untuk meminjam uang.

"Koperasi itu seperti koperasi ibu-ibu PKK (pemberdayaan kesejahteraan keluarga) ya? Yang saya ingat tentang koperasi cuma Bung Hatta," katanya kepada Warta Ekonomi di Jakarta, belum lama ini.

Baca Juga: Menyambut Wajah Baru Koperasi di Era Digital

Perempuan yang bekerja di posisi data entry finance di salah satu perusahaan swasta di Jakarta ini mengatakan dirinya hampir tidak pernah bersinggungan dengan koperasi. Ia menuturkan tidak pernah terlibat dalam koperasi PKK ataupun koperasi lain. Salah satu alasannya adalah pengetahuan yang terbatas tentang koperasi membuat dirinya tidak tertarik untuk bergabung ke lembaga tersebut.

"Iya itu tadi yang saya tahu soal koperasi cuma simpan pinjam ibu-ibu PKK," sebutnya.

Hal senada disampaikan oleh salah seorang milenial lain, Radimas Wiwoho, yang mengatakan persepsi dirinya tentang koperasi yakni sebagai organisasi ekonomi yang ketinggalan zaman. Radimas mengatakan dirinya cukup sering berinteraksi dengan koperasi seperti koperasi sekolah dan koperasi mahasiswa.

"Tetapi, memang bisnis koperasi itu seperti out of date dan cenderung tidak berkembang. Toko koperasi di dekat rumah sekarang kalah modern dibanding minimarket," katanya.

Pria yang bekerja di posisi digital marketing di salah satu perusahaan swasta di Jakarta ini menjelaskan generasi muda sekarang lebih tertarik membahas startup dibandingkan dengan koperasi.

"Kalau diminta memilih antara membangun bisnis startup atau membentuk koperasi, sepertinya saya akan memilih startup," tegasnya.

Tantangan Koperasi

Sektor koperasi memiliki tantangan besar untuk mengoptimalkan potensi generasi milenial di Indonesia. Apalagi, Indonesia akan memasuki masa bonus demografi selama rentang waktu 2020-2035 yang mencapai puncaknya pada tahun 2030. Pada periode tersebut komposisi penduduk Indonesia akan didominasi oleh kelompok usia produktif.

Beberapa kalangan menyebutkan sektor koperasi harus bisa melibatkan generasi milenial di masa bonus demografi. Jika tidak, sektor koperasi akan semakin ditinggalkan oleh generasi muda. Hal ini tentu merupakan sebuah ancaman karena sektor koperasi bisa mengalami kepunahan di Indonesia.

Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM, Rully Indrawan, mengakui sektor koperasi memiliki tantangan untuk bisa mengakomodasi kebutuhan dan karakter generasi milenial. Ia menjelaskan karakter generasi milenial yakni cepat dan tepat dalam mengambil keputusan, tak terbatas ruang dan waktu, serta menyukai hubungan sosial.

"Memang koperasi harus mampu memberikan ruang bagi anak muda yang ingin berekpresi, menunjukan kreativitas, produktivitas, dan jiwa kewirausahaan dalam kerangka kebersamaan dan ekonomi berbagi," katanya sebagaimana dikutip Warta Ekonomi di Jakarta, Sabtu (19/10/2019).

Rully Indrawan mengatakan koperasi juga memiliki tantangan untuk bisa memanfaatkan teknologi digital dalam pengelolaan bisnis. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam pelayanan kepada anggota.

Apabila tantangan-tantangan tersebut bisa dilalui maka bukan tidak mungkin jika koperasi menjadi modal sosial yang potensial untuk dikembangkan sebagai kekuatan kolektif, efisien, dan produktif dalam rangka mencapai kesejahteraan bersama.

"Koperasi diposisikan sebagai wadah berkumpulnya orang-orang yang memiliki kesamaan kepentingan sehingga dapat menjadi co-working place bagi generasi muda milenial di mana terjadi sharing economy antara anggotanya secara langsung," tuturnya.

Reposisi Koperasi

Sementara itu, Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES) Suroto mengatakan persepsi generasi milenial yang menganggap koperasi sebagai lembaga kuno dan tidak kekinian harus menjadi perhatian serius. Ia menegaskan sektor koperasi harus bisa melakukan reposisi sebagai sebuah sistem ekonomi masa depan yang modern.

Ia menjelaskan reposisi ulang koperasi juga mencakup peran sebagai wadah untuk menciptakan keadilan dan mewujudkan masyarakat adil makmur. Ia mengatakan bentuk koperasi lebih menjawab kebutuhan generasi milenial yang menolak feodalisme dalam ekonomi. Adapun, kebutuhan tersebut tidak bisa dijawab oleh perseroan.

"Yang bisa menjawab tantangan kebangsaan adalah koperasi. Karena, koperasi memiliki nilai kebersamaan dan keadilan untuk mengejar kesejahteraan anggota," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Cahyo Prayogo
Editor: Cahyo Prayogo

Bagikan Artikel: