Munculnya ragam health tech tentu membantu masyarakat luas untuk secara digital dapat memperoleh akses kesehatan. Beberapa pelaku health tech di sektor kesehatan gigi seperti Invisalign, Rata.id, dan Zenyum juga menghadirkan inovasi di dunia kedokteran gigi sehingga kesan takut yang biasa dirasakan ketika harus mengunjungi dokter gigi perlahan mulai menghilang.
Ragam inovasi di dunia kedokteran gigi, seperti kawat gigi transparan, tentunya membantu masyarakat. Proses pencetakan kawat gigi transparan yang sudah banyak dilakukan adalah melalui 3D printing. Selain itu, proses penyesuaian aligner yang dilakukan tanpa perlu mengunjungi dokter gigi pun jadi inovasi yang dihadirkan health tech.
Baca Juga: Zenyum Hadirkan Perawatan Gigi Berbasis Teknologi di Indonesia
Munculnya inovasi baru tersebut menimbulkan pertanyaan, masih diperlukankah dokter gigi di era kini?
Praktisi kedokteran gigi, Monika Prasari, mengatakan kompetisi antara dokter dengan alat kesehatan kini tidak perlu dikhawatirkan. Cosmetic dan Aesthetic Dentist yang sudah berpengalaman lebih dari 20 tahun tersebut menyebut hadirnya teknologi kesehatan yang baru dapat membantu mengubah kesan menakutkan "kunjungan ke dokter gigi" yang umumnya dirasakan masyarakat.
"Teknologi yang saya sekarang tekuni dibandingkan waktu saya masih sekolah, itu jauh lebih baik. Jadi, pasien itu lebih nyaman, dari segi peralatannya. Dasarnya kan orang takut ke dokter gigi, itu sudah jadi momok," katanya di Jakarta, Kamis (24/10/2019).
Munculnya health tech disebutnya membantu kinerja profesi dokter gigi. Namun, tidak dimungkiri bahwa ada juga industri yang mencoba menutup peran dokter gigi. "Teknologi itu sebenarnya ada beberapa hal yang bisa mendorong kita untuk bekerja lebih bagus. Tapi, ada sebagian industri yang pada dasarnya dia lebih ingin meng-cut area dokter gigi," ujarnya.
Menurutnya, profesi dokter gigi masih sangat diperlukan, terlebih gigi merupakan area vital pada manusia yang memerlukan penanganan khusus dari praktisi profesional. Adanya peran dokter gigi dalam perawatan yang dijalani pasien dapat menjadi sebuah jaminan karena praktisi dokter umumnya memiliki kode etik profesi yang diatur asosiasi serta dapat dipertanggungjawabkan.
"Kalau dia tidak ketemu dokter gigi, kita (dokter gigi) juga tidak asses, pasiennya juga tidak tahu kondisinya gimana, hanya melalui foto segala macam, hasilnya kan tidak ada yang tanggung jawab. Dia mau tuntut suatu instansi segala macam ya buat apa karena yang ngerjain juga dia (pasien) sendiri melalui aplikasi," ucapnya.
Perusahaan health tech juga sepatutnya ikut serta dalam asosiasi yang mengatur tentang kesehatan, juga turut melibatkan dokter dalam praktiknya. Hal ini disebut Monika dapat menjamin perawatan yang didapat oleh pasien hingga akhir.
"Kompetisi itu tidak membuat khawatir asal dia tetap di jalan yang bener. Maksudnya, dia harus melalui organisasi juga, harus melalui dokter, segala macam. Kalau engga jadinya pasien kaya guinea pig buat mereka," ujarnya.
Selaku praktisi kedokteran gigi, Monika juga mengingatkan agar masyarakat lebih cermat dalam memilih health tech. "Jadi pasien juga harus smart memilih treatment apa yang dibutuhkan. Bukan ini murah, ini keliatannya bagus, tapi benar-benar cocok tidak untuk kalian, bisa tidak dikerjakan," tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Bernadinus Adi Pramudita
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: